Filsafat

Turunnya Lailatul Qadar itu Pasti

Ilustrasi: harjasaputra.com

Malam Lailatul Qadar adalah malam istimewa. Malam yang disebut oleh al-Quran dengan “Malam Seribu Bulan”. Kenapa istimewa? Apakah ada diskriminasi waktu oleh Tuhan?

Setiap waktu adalah sama. Tidak ada yang istimewa. Dari Ahad sampai Sabtu sama. Malam, pagi, sore, semua sama. Tanggal 1 sampai tanggal terakhir juga sama. Tak ada yang istimewa dalam substansinya. Waktu dan tempat menjadi istimewa bukan karena waktunya tapi karena ada peristiwa pada waktu itu yang istimewa. Ketika tanggal 5 Juni misalnya seseorang menikah, bukan tanggal itu yang istimewa, tapi momennya yang istimewa. Sehingga kemudian tanggal itu juga ikut diistimewakan, padahal esensinya bukan di tanggal.

Malam lailatul qadar menjadi istimewa adalah karena di malam itu ada momen istimewa: diturunkannya al-Quran. Diturunkan di sini yaitu dalam arti “secara sekaligus”.

Ada dua pengertian penurunan al-Quran, yaitu diturunkan secara sekaligus dan secara berangsur-angsur. Para ahli tafsir (seperti dalam tafir Mizan dan Amtsal) menyebutkan bahwa dalam al-Quran ketika menggunakan kata “anzala” (..anzalnahu fi lailatil qadar)..adalah menunjuk pada turunnya al-Qur’an secara sekaligus, dan menggunakan kata “nazzala-tanzilan” untuk menyebutkan al-Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur.

Kenapa harus ada dua metode penurunan al-Quran? Pertama, secara sekaligus karena diri Nabi Saw sudah siap. Nabi mampu menangkap pesan-pesan Allah yang terkandung dalam al-Quran seluruhnya dan tidak butuh waktu. Karena dirinya dengan malaikat perantara pembawa wahyu juga dengan Tuhan sudah menyatu. Jangan dipersepsi bahwa Nabi diam, lalu Tuhan berada di atas lalu mengutus malaikat Jibril turun dari atas ke bumi menghampiri Nabi. Meminjam pendapat Fazlur Rahman, tidak seperti itu. Tuhan ada di dalam diri. Malaikat pun ada alamnya di diri kita. Jadi proses menerima wahyu oleh Nabi adalah proses internal. Proses iluminasi kreatif yang sangat cepat. Karena antara Tuhan dan Nabi sudah sangat dekat, sehingga Nabi tak mungkin salah atau keliru dalam menerima wahyu itu.

Kedua, secara sekaligus dapat juga berarti al-Quran secara general. Bukan al-Quran secara parsial. Maksudnya, analoginya persis seperti UUD 1945 sebagai payung semua aturan, konstitusi negara, inilah yang general. Adapun undang-undang yang mengatur khusus, itulah yang diturunkan secara berangsur-angsur.

Ketiga, berangsur-angsur juga untuk memberikan efek sejarah. Ketika suatu tempat, misal Mekkah dan Madinah di situ ada ayat atau surat al-Quran turun maka tempat itu menjadi istimewa. Ada faktor sejarah. Agama sedang memainkan perannya sebagai pembangun sejarah. Dan, agama dengannya sangat memperhitungkan faktor sejarah. Tidak seperti kaum Wahabi yang main runtuhkan atau main hancurkan saja tempat-tempat bersejarah penting.

Mengenai kapan waktu definitifnya lailatul qadar yang sangat istimewa ini ada terdapat perbedaan pandangan. Ada yang mengatakan bahwa lailatul qadar adalah rahasia Allah Swt. Manusia tidak tahu kapan, malam keberapa dari Ramadhan, lailatul qadar itu turun. Hanya disebutkan pada malam-malam ganjil di 10 malam terakhir. Pendapat ini yang banyak diyakini.

Sebagian lagi meyakini berbeda. Bahwa lailatul qadar itu jelas waktu turunnya. Tidak spekulatif. Allah Swt memiliki sifat mubin, sifat pasti. Tuhan tak mungkin bermain dadu. Tuhan tak mungkin main kucing-kucingan dalam setiap titah-Nya. Dengannya, Lailatul Qadar itu pasti kapan turunnya. Bukan spekulatif. Bayangkan kalau misalnya Tuhan “main dadu” dalam penetapan lailatul qadar. Iya jika beruntung dapat, jika tak beruntung sementara sudah berlama-lama ibadah, di mana letak keadilan Tuhan?

Lalu kapan lailatul qadar jika memang pasti? Lailatul Qadar itu pasti turunnya, yaitu di malam 19, 21, dan 23. Setidaknya inilah keyakinan dari sebagian ulama Syiah. Sayyid Husein Fadhlullah, adalah ulama yang yakin hal itu.

Apa saja amalan utama di malam lailatul qadar? Amalan utama dalam menghidupkan lailatul qadar ada dua, dan amalan ini membuat iri para malaikat sehingga mereka berdatangan menghampiri manusia, turun ke bumi, kepada siapa saja yang mengamalkan ini. Amalan ini tidak bisa dilakukan oleh para malaikat. Apa itu?

1. Rintihan dari pendosa yang meminta ampun dengan sepenuh hati.

Orang yang saleh adalah orang yang merasa salah, sedangkan orang yang salah seringkali merasa saleh. Malaikat tidak bisa meminta ampun atas dosa-dosanya karena mereka tidak memiliki nafsu. Arsy Tuhan bergetar ketika ada hamba yang meminta ampun.

2. Bermurah hati dengan memberi (sharing) terhadap sesama. Tentang ini sudah sangat jelas. Amalan sosial yang juga tak mungkin dilakukan oleh malaikat.

Dengan demikian, amalan utama itu merupakan gabungan antara amalan yang bersifat individual (meratapi dosa) dan amalan yang bersifat sosial. Keduanya adalah inti dari ajaran agama manapun.**[harja saputra, disarikan dari ceramah pada acara Ihya Lailatul Qadar, Depok, malam 23 Ramadhan 1434 H).

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments