Sosbud

Berjilbab atau Tidak, Silakan Saja

Ilustrasi: harjasaputra.com

Perdebatan masalah berjilbab atau tidak kembali memanas. Hal yang wajar terjadi. Perbedaan pandangan itu biasa. Bagaimana sih sebenarnya mengenai masalah jilbab ini? Yang satu beropini wajib yang lainnya tidak. Saya bukan bermaksud mendamaikan karena bukan juru damai. Tapi mengklasifikasikan, jadi ketahuan nanti bahwa semuanya benar dalam konteksnya masing-masing.

Kajian ini bukan dari kajian fiqh, tapi dari kajian yang lebih umum. Yaitu kebebasan sebagai basis dari negara demokrasi. Negara kita adalah negara demokrasi. Landasan demokrasi adalah kebebasan (liberte atau freedom). Tapi berbeda penerapannya dengan negara lain. Negara kita berasaskan Pancasila, bukan negara sekuler bukan juga negara agama.

Dalam kajian kebebasan ada dua istilah: forum internum (kebebasan secara individual) dan forum externum (ekspresi kebebasan di ruang publik). Kedua hal ini tertuang dalam konvensi HAM maupun dalam konstitusi kita.

Kebebasan menerapkan ajaran agama sifatnya adalah individual (forum internum). Kebebasan ini merupakan hak yang tidak bisa dikurangi (non-derogable right), tetapi ekspresinya di ranah publik (forum externum) adalah hak yang bisa dikurangi (derogable right) untuk melindungi moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.

UUD 1945 membenarkan adanya pembatasan ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, yakni: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”

Pembatasan semacam ini juga dibenarkan oleh lnternational Covenant on Civil and Political Rights, yang telah diratifikasi oleh DPR pada tahun 2005, sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (3), yakni: “Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain”.

Apa maksud dari itu semua? Keyakinan seseorang terhadap ajaran agamanya, misalnya tentang jilbab apakah wajib ataukah tidak, itu sifatnya individualSilakan sebebas-bebasnya menerapkan sesuai dengan keyakinan. Di ranah ini pasti banyak perbedaan. Permasalahan muncul ketika hak di level forum internum ini diekspresikan ke ruang publik (hak di level forum externum). Gesekan akan banyak muncul.

Seharusnya, keyakinan individu tidak boleh terlalu diekspresikan ke ruang publik. Lho, semua orang bebas berpendapat. Bebas sih, silakan. Dalam tataran akademis itu sah-sah saja, tapi seringkali judulnya diskusi ujung-ujungnya saling menyalahkan. Maka, di sini perlu adanya pembatasan dalam kebebasan berekspresi. Ini namanya “Margin Apresiasi” Hak Asasi Manusia.

Bukan hanya masalah jilbab, bahkan untuk berkeyakinan atheis itu boleh. Secara forum internum bisa saja seseorang tidak beragama, tetapi hal ini tidak bisa diekspresikan ke luar (forum externum) apalagi disertai dengan propaganda, karena hal ini akan memicu ketertiban dalam masyarakat.

Jadi, yang berkeyakinan bahwa jilbab itu wajib benar dan yang berkeyakinan tidak wajib juga benar, dalam tataran forum internum. Tidak ada yang salah. Menjadi masalah ketika diekspresikan ke publik. Sudahlah, mau berjilbab mau tidak itu urusan Anda! Yang paling penting jaga persatuan.**[hs]

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments