Parlemen

Fakta Mengenai Tenaga Ahli DPR

DPR (foto: hs)

Tenaga Ahli DPR menjadi sorotan seiring dengan rencana dibangunnya gedung baru DPR. Rencana penambahan Tenaga Ahli DPR hingga berjumlah 5 orang dari semula hanya 1 orang per anggota dewan digunakan sebagai premis perlunya pembangunan gedung baru.

Banyak komentar mengenai penambahan tenaga ahli ini. Karena di sinilah argumentasi utamanya. Di sini penulis berusaha memaparkan kondisi riil mengenai kondisi obyektif tenaga ahli saat ini.

Sebagaimana prinsip dalam obyektivitas ilmu pengetahuan maupun prinsip-prinsip riset, bahwa obyektivitas dapat tercapai dengan jalan “participatory research” (riset melalui keterlibatan langsung dengan obyek yang dianalisis). Harus ada kesatuan antara subyek dan obyek yang menjadi bahasan.

Obyektivitas jauh kemungkinannya tercapai tanpa adanya partisipasi. Metode obyektivitas berdasarkan out of the layer atau si peneliti berada di luar obyek dapat juga obyektif karena berada di luar obyek sehingga tidak terkontaminasi oleh obyek, tetapi metode ini hanya cocok diterapkan jika obyeknya bukan manusia. Penelitian kualitatif salah satunya juga didefinisikan jika si peneliti adalah juga yang diteliti, sehingga ada kesatuan yang memisahkan kesalahan dalam pemahaman.

Penulis adalah Tenaga Ahli Anggota DPR untuk Anggota A-539 Dapil NTB. Tulisan ini merupakan hasil pengamatan partisipatif selama menjadi Tenaga Ahli di DPR selama hampir 2 tahun.

Sebelumnya perlu dikemukakan dahulu bahwa istilah “Staf Ahli DPR” adalah tidak tepat. Mengacu pada UU MD3, istilah yang digunakan adalah “Tenaga Ahli” bukan “Staf Ahli”. Tenaga Ahli DPR beda dengan Staf Ahli Menteri. Staf Ahli Menteri strata jabatannya adalah Eselon 1B, hampir sama dengan Deputi atau Dirjen. Tetapi tenaga ahli tidak memiliki strata jabatan. Statusnya adalah “Pegawai Tidak Tetap” (PTT). Ini bisa dibuktikan dari slip potongan pajak yang setiap tahun dikeluarkan oleh Setjen DPR.

Tenaga Ahli di DPR terbagi 3, yaitu: Tenaga Ahli Anggota (TAA), Tenaga Tenaga Ahli Fraksi, dan Tenaga Ahli Alat Kelengkapan Dewan (AKD), di dalamnya termasuk Tenaga Ahli Komisi dan Badan seperti Badan Anggaran, BKSAP, dan lainnya.

Penulis hanya akan fokus pada Tenaga Ahli Anggota (TAA) karena tenaga ahli yang akan ditambah signifikan hingga menjadi 5 orang adalah TAA. Kenapa harus ditambah?

Dalam edaran Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) TAA sebagaimana dikeluarkan oleh Setjen DPR bahwa TAA berfungsi untuk membantu tugas Anggota Dewan. Berikut ini adalah kondisi obyektif tugas dari TAA saat ini.

Pertama, anggota Dewan memiliki 3 fungsi: Pengawasan, Legislasi, dan Anggaran. Di sini saja sudah terlihat cakupan tugas dari TAA yang luas.

Kedua, masing-masing fungsi anggota Dewan di atas implementasinya di masing-masing komisi dibagi lagi menjadi 3 jenis rapat/sidang: Rapat Kerja (rapat dengan menteri), Rapat Dengar Pendapat (rapat dengan tingkat eselon 1, Kepala Suatu Lembaga, dan Dirut), dan Rapat Dengar Pendapat Umum (rapat dengan asosiasi atau elemen masyarakat umum). Itu belum termasuk Rapat Paripurna, rapat Panitia Kerja (Panja) dan rapat Panitia Khusus (Pansus).

Sebagai gambaran, Komisi VI memiliki 8 bidang Mitra Kerja: BUMN (BUMN saja sudah sangat banyak berjumlah 141 BUMN dengan berbagai bidang: Jasa dan Keuangan, Logistik dan Pariwisata, Karya, Industri Strategis, Agrobisnis, dan Energi), bidang Perdagangan, Perindustrian,  Koperasi & UKM, Standarisasi, Perlindungan Konsumen, Investasi, dan Persaingan Usaha.

Ketika TAA hanya 1 orang, maka dialah yang mengumpulkan bahan-bahan untuk analisis rapat-rapat di ketiga fungsi dan di ratusan mitra kerja tersebut. Karena anggota Dewan tidak mungkin melakukan itu semua sendirian.

Selain itu, faktor utama Anggota Dewan terpilih adalah secara politis bukan seperti rekrutment di perusahaan-perusahaan yang mensyaratkan tingkat pendidikan linier dengan pekerjaan. Dikarenakan terpilih secara politis maka sangat membutuhkan instrumen pendukung sumber daya manusia untuk menunjang tugas-tugasnya.

Ketiga, tidak hanya itu, satu anggota Dewan tidak hanya menjabat di komisi tetapi juga di Alat Kelengkapan Dewan (Badan Anggaran, BKSAP, Badan Legislasi, Badan Musyawarah, dan lainnya), yang masing-masing memiliki agenda rapat tersendiri.

Dengan demikian, bisa dibayangkan bagaimana tugas dari TAA yang harus mempersiapkan berbagai bahan dan dokumen rapat dari banyak sekali jenis rapat.

Itu dari segi kuantitatif. Adapun dari segi kualitatif, TAA tidak mungkin menguasai di seluruh bidang. TAA adalah Master atau Sarjana yang minimal memiliki pengalaman 2 tahun yang hanya lulus dari satu jurusan. Tidak pernah ada perguruan tinggi mengeluarkan lulusannya dengan dua gelar sekaligus. Sementara “switching otak” TAA dituntut harus sangat cepat.

Dengan banyaknya tugas untuk mempersiapkan bahan rapat di atas, misalnya pagi hari rapat dengan BUMN bidang Karya, otaknya switch ke masalah teknik. Siangnya rapat dengan Menteri Perdagangan otaknya switch ke bidang trading. Malamnya rapat masalah legislasi otaknya switch ke bidang hukum. Stop kontak tinggal dipijit untuk switch-nya, gampang tidak ada masalah. Berbeda dengan otak manusia.

Masih belum lengkap ternyata. TAA tidak hanya mengerjakan rutinitas rapat, ia juga harus mengurusi Dapil. Harus mendampingi dan menyiapkan bahan-bahan pertemuan pada saat anggota Kunjungan kerja.

Kenyataan di lapangan, Anggota Dewan di Dapil umumnya dianggap “Dewa”, setiap permasalahan diadukan kepada anggota Dewan. Karena memang tugasnya menyerap aspirasi. Aspirasi pun umumnya disampaikan dalam bentuk proposal permohonan dana. Maka bertambah lagi tugas TAA yaitu mem-follow up aspirasi tersebut. Rutinitas sidang yang secara kuantitatif sudah overload bagi seorang TAA ditambah lagi tugas dapil.

Masih belum berakhir. TAA juga berfungsi sebagai Public Relations (PR). Pada saat anggotanya mau mengadakan konferensi pers atau membuat statement di surat kabar, TAA juga yang mempersiapkan hal tersebut.

Jam kerja TAA adalah unlimitted. Pada hari libur (sabtu minggu) jika misalnya anggotanya ada seminar atau kunjungan kerja maka dia harus siap. Bukan maksudnya di sini untuk curhat, tetapi mengajak untuk berpikir secara realistis dan obyektif. Sesuai dengan apa adanya.

Lantas, setelah dipaparkan kondisi obyektif mengenai TAA di atas dengan berbagai liku-likunya, masih ada yang meragukan bahwa TAA tidak kerja, tidak kompeten (kompeten dalam satu atau dua bidang betul, tetapi untuk kompeten dalam banyak bidang jelas tidak akan mampu)?

Lantas, dengan kondisi di atas masih pantaskah mengatakan bahwa TAA tidak perlu ditambah? Pemikiran yang obyektif dan kearifan dari masyarakatlah yang menilai.** [harja saputra]

Tulisan ini semula dipublikasikan dan menjadi HL (Headline) di Kompasiana: http://politik.kompasiana.com/2011/05/21/fakta-mengenai-tenaga-ahli-dpr/

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
8 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Ifa
Ifa
11 years ago

Terimakasih infonya pak Harja.
Lalu bagaimana dengan honor TAA?? Kisaran berapa digit??Ada anggaran dari pemerintah atau dipotong dari gaji anggota dewan??

Saputra
Saputra
11 years ago

@Ifa: untuk Honor hanya satu digit, artinya dibwh 10jt di atas 5 juta. Ada anggaran dari negara. Tapi tidak ada tunjangan apapun. THR pun tidak ada, tergantung dari kebijakan Anggota dewan masing-masing. Itu karena status Tenaga Ahli di DPR masih belum jelas.
Thx…salam

Ifa
Ifa
11 years ago

Pak Harja, ini setau saya tentang TAA. Betul atau tidak ya pak..
1. TAA diangkat oleh anggota dewan tanpa rekruitmen yang jelas, kebanyakan hanya kedekatan secara pribadi.

2. Begitu Anggota dewannya selesai menjabat, TAA harus mencari bos baru. Artinya nggak ada ‘jenjang karir’, atau nggak ada ‘dipromosikan’ untuk jabatan yang lebih tinggi.

3. Kalau Anggota dewannya korupsi, ada kemungkinan TAA juga kena.

Trimakasih Pak Harja

Saputra
Saputra
11 years ago

Kalau dari fakta angka yang disebutkan itu benar smw adanya. Artinya ya seperti itu. Utk nomor 1 ada jg yg direkrut tapi jarang. Untuk nomor 2 dan 3 itulah fakta lain dari tak enaknya jadi TAA.

Thx

Muhammad Kasyfunnur
Muhammad Kasyfunnur
9 years ago

Bagaimana caranya melamar jadi tenaga ahli? Dari mana bisa tahu info lowongannya? Terima kasih.

Dian
Dian
8 years ago

terima kasih atas infonya pak, sangat bermanfaar. saya mahasiswi akhir jurusan ilmu politik dan kebetulan saya minat untuk magang sbg TAA salah satu anggota dewan komisi VII. saya ingin tanya, apakah saya lebih baik mengajukan lgsg kepada TAA yang bersangkutan atau harus melalui setjen komisi VII tersebut ya pak?
terima kasih sebelumnya,

salam

test
5 years ago

test aja