Parlemen

Resume Konferensi ICC

Sesuai dengan undangan dari Admin Kompasiana, hari ini (08 Juni 2011) saya menghadiri Indonesia International Communication Expo and Conference (ICC), di JCC (Jakarta Convention Center / Balai Sidang Jakarta). Pembukaan dilakukan oleh Menkominfo, Tifatul Sembiring.

Dalam pidatonya Menkominfo mengemukakan sejumlah pandangan mengenai dukungannya terhadap acara yang diselenggarakan. Di antaranya perlu direalisasikan visi “Indonesia Broadband” yang ditargetkan tercapai pada tahun 2015. Di mana penggunaan internet broadband bisa menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Komunikasi tidak lagi berbasis teks dan suara, tetapi konten data.

Indonesia broadband 2015 didahului oleh program Indonesia Connected 2012, dan Indonesia Informative 2014. Pada tahap ini, masyarakat akan menjadi lebih sadar informasi, bisa membuat keputusan di berbagai bidang berdasarkan informasi yang benar. Dengannya menjadi masyarakat yang lebih rasional.

Namun, ada yang menggelikan, setelah memaparkan tahapan-tahapan target bidang komunikasi tersebut, Menkominfo mengutarakan:

“Titik poinnya…adalah tercapainya kemajuan bidang informasi”.

Pak Tifatul, titik itu poin, poin itu titik..haddeeeeh

Setelah sessi pembukaan oleh Menkominfo, ICC dilanjutkan dengan panel diskusi pertama (11-13.00 WIB) dengan tema: “Mobile Broandband for Indonesia’s Socio Economic Development”. Pembicara pertama (M. Budi Setiawan, Dirjen Postel Kemenkominfo) mengemukakan sejumlah target capaian bidang telekomunikasi. Beranjak dari konsep bahwa broadband is not only infrastructure, its beyond infrastructure. Broadband bisa menjadi enabler dari seluruh infrastruktur.

Penetrasi telekomunikasi di Indonesia hingga lebih dari 100% dari jumlah penduduk Indonesia, dengan indikator jumlah SIM Card melebihi jumlah penduduk Indonesia. Penelitian dari World Bank menunjukkan bahwa penetrasi telekomunikasi berkorelasi terhadap peningkatan GDP. Dengan persamaan linier setiap 1% peningkatan penetrasi maka akan diikuti dengan peningkatan 1.38% GDP. Hal ini sejalan dengan upaya mendukung program pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi di antara 6-7%.

Dalam diskusi panel tersebut, pembicara kedua (Sarwoto, Ketum ATSI) mengemukakan sejumlah fakta, di antaranya sebuah pertanyaan: “Berapa idealnya bandwith broadband per kapita?” Pengguna Indonesia untuk layanan Blackberry, misalnya, bandwith setiap user hanya sebesar 150 MB/bulan. Padahal di negara lain hitungannya dalam Giga.

Broadband menjadi tantangan bagi operator telekomunikasi. Karena bisnis di infrastruktur broadband untuk saat ini masih zero margin, sementara voice & SMS, serta konten internet marginnya tinggi. Hal ini ditambah lagi adanya perbandingan yang berbeda dari jumlah operator yang ada di Indonesia dengan negara-negara lain. Operator di Indonesia berjumlah 11 operator dengan biaya 3 cents dollar/menit, di Malaysia 8 Operator dengan biaya 8 cents dollar/menit, China dan India hanya 3 operator dengan biaya terrendah 1 cent dollar/menit.

Sarwoto mengemukakan pendapat harus ada konsolidasi agar jumlah operator bisa menjadi 3 operator, sehingga price war tidak terlalu tajam, seperti halnya perampingan partai politik.

Pembicara ketiga Jayesh Easwaramony (Vice President ICT Frost & Sullivan) memperkuat bahasan dari pembicara sebelumnya. Ia menyoroti masalah perkembangan mobile broadband. Pengguna internet berjumlah 2 Milyard, dengan pertumbuhan pengguna mobile yang terus bertambah, hal ini termasuk pengguna di sektor-sektor bisnis seperti internet banking dan sebagainya. Sejalan dengan platform mobile yang terus berkembang, misalnya platform Blackberry, Apple, dan Android sehingga broadband untuk mobile berkembang pesat.

Setelah presentasi dilakukan sessi tanya jawab. Kompasianer yang bertanya di antaranya bapak Thamrin Dahlan yang di antaranya menanyakan kenapa Indonesia tidak bisa biaya seperti di India dan China yaitu 1 cents/menit sementara pengguna mobile di Indonesia sangat banyak.Kompasianer yang lain, Joshua, menanyakan mengenai siapa yang salah mengenai fenomena banyaknya pengguna handphone di kalangan anak sekolah yang hanya konsumtif.

Ada penanya terakhir dari kalangan Jurnalis yang menarik, meskipun agak di luar konteks, ia protes terhadap kehadiran media-media digital yang instan, termasuk ia menyebut salah satunya “Kompasiana”. Ia protes bagaimana kaidah-kaidah jurnalistik yang harus diterapkan dalam media tersebut.** [harja saputra]

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments