Sosbud

Bahasa Agama yang Suci Banyak Diselewengkan, Kenapa?

Illustrasi: restlesspilgrim.com

Bahasa merupakan unsur penting dalam budaya. Dalam disiplin ilmu linguistik antropologi dikenal istilah “relativitas bahasa” (linguistic relativity).  Relativitas bahasa mengandung konsep bahwa bahasa mencerminkan pandangan dunia masyarakat penuturnya. Artinya, dalam konteks sosial budaya yang lebih luas, bahasa berfungsi dalam menopang praktik kebudayaan.

Dalam budaya masyarakat Indonesia, khususnya pada budaya masyarakat Muslim, penggunaan bahasa religius (bahasa Arab yang diambil dari konsep-konsel keagamaan) kerap digunakan. Bahkan ada spesialisasi ungkapan yang digunakan dalam setiap situasi. Misalnya, dalam situasi bahagia maka akan digunakan ungkapan Alhamdulillah, dalam situasi kaget akan digunakan ungkapan Masya Allah, dalam situasi bahagia atau takjub digunakan ungkapan Subhanallah, dan ungkapan-ungkapan lain yang tak asing lagi.

Seiring dengan perkembangan budaya, ungkapan-ungkapan keagamaan ini mengalami evolusi pengucapan dari bentuk awalnya. Misalnya, ungkapan “Ya Allah”, para anak muda sekarang mengucapkannya dengan ungkapan “Ya Arrooh“. Ungkapan itu umumnya digunakan untuk mengungkapkan kaget, atau ungkapan yang bersifat spontan. Tidak hanya dari ungkapan bahasa Arab, dari ungkapan bahasa Inggris pun mengalami evolusi. Misalnya, ungkapan “Oh My God” berevolusi menjadi ungkapan “Oh My Ghost” atau “Oh My Hot“, yang secara arti jelas berbeda dari kata-kata awal. Ini menunjukkan budaya dari masyarakat pengguna bahasa tersebut. Umumnya yang mengucapkan bahasa-bahasa generasi kedua dari evolusi tersebut adalah anak muda yang anti-kemapanan dalam berbahasa. Kata-kata yang sudah mapan dirubah menjadi kata baru yang lebih cocok dengan selera berbahasa mereka. Apakah hal ini salah? ketika menyangkut arti jelas salah, sedangkan dari aspek lainnya silahkan bebas menilai.

Kesalahan penempatan bahasa religius terjadi bukan hanya dari struktur katanya, tetapi juga sudah menyangkut makna terdalamnya. Mari kita lihat:

1. Ungkapan Allahu Akbar (Allah Maha Besar): Ungkapan ini seharusnya digunakan untuk menunjukkan kekaguman pada sesuatu yang di luar jangkauan manusia. Tetapi ungkapan ini sudah banyak digunakan di salah tempat. Allahu Akbar adalah kalimat-kalimat suci yang seharusnya diungkapkan di tempat-tempat suci, seperti pada saat salat di mushola atau di mesjid. Tetapi saat ini, kalimat itu kerap digunakan malah di tempat-tempat yang tidak suci, seperti di diskotik, tempat maksiat, tempat judi, dan tempat-tempat lain. Kenapa bisa begitu? Dengarkan saja baik-baik, pekikan apa yang disuarakan oleh mereka-mereka yang menggerebek tempat-tempat yang tidak suci itu?

Allahu akbaaar…Praaaang kaca pecah…Allahu akbaaaar…bruuuuk meja runtuh…Allaaahu Akbaaar..wanita-wanita malam berlarian ketakutan.

2. Ungkapan Insya Allah (Semoga Allah Berkehendak). Kalimat ini sekarang menjadi lebih populer seiring dengan populernya lagu “Insya Allah” dari Maher Zain. Namun, sudah sangat lama, ungkapan ini mengalami pendangkalan makna. Umumnya digunakan untuk menolak ajakan secara halus.

“Eh datang ya nanti sore ke acaraku”.

Insya Allah ya…”

Jika berkata demikian, umumnya maksudnya tidak bakal datang. Lantas disangkal, bukan begitu maksudnya, bukan artinya mangkir, tetapi menyerahkan semuanya pada Allah, karena meskipun kita berkehendak tetapi jika Allah tidak mengizinkan tidak akan sesuai dengan rencana. Silahkan saja berkilah, toh kita ini manusia merdeka. Tapi, alih-alih kita bersandar kepada Tuhan, malah Tuhan dijadikan kambing hitam.

3. Ungkapan Jazakallah khairan katsira (semoga Allah membalas dengan kebaikan yang banyak). Ungkapan ini biasa digunakan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada seseorang yang telah memberikan sesuatu kepada dirinya.

Ungkapan ini seolah terdengar sangat baik, tapi sesungguhnya kalau dicermati ini salah tempat. Di mana salah tempatnya? Terang-terangan dirinya yang dikasih oleh orang lain, kenapa disuruh Tuhan yang membalas. Harusnya dirinya dong yang membalas dengan sesuatu yang lebih baik lagi, ini malah Tuhan yang disuruh balas.**[harja saputra]

 

Semula dimuat di Kompasiana: http://bahasa.kompasiana.com/2011/08/03/penggunaan-bahasa-religius-yang-salah-tempat/

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments