Filsafat

4 Pertanyaan Keliru Seputar Tuhan

Illustasi: flickr.com

Setelah 2 hari menjadi Hansip di Kompasiana mengkritisi tulisan-tulisan plagiat, kini saya akan ganti baju menjadi Aristoteles. Menepis beberapa kekeliruan dari banyak pertanyaan yang keliru jika kita berdiskusi atau berdebat tentang masalah Tuhan. Kita berangkat dari salah satu prinsip, bahwa “pertanyaan adalah separuh dari jawaban”. Jika pertanyaannya benar, maka akan melahirkan jawaban yang benar. Begitu juga sebaliknya.

Apa saja pertanyaan-pertanyaan, yang menurut saya, keliru?

1. Apakah Tuhan itu ada?

Pertanyaan ini keliru, atau lebih tepatnya terdapat “circle” dalam pertanyaan itu sendiri. Dalam pertanyaan sudah ada jawaban. Karena Tuhan dan Ada adalah sama. Carilah penyusun dasar dari seluruh keberadaan ini. Apa itu? Jawabannya adalah “Ada”. Jika tanpa “Ada” maka seluruh keberadaan akan tidak ada. Dari zaman Yunani kuno sampai saat ini, para ahli masih konsen terhadap kata “Ada” ini. Apa gerangan kata “Ada” ini? Karena ia ada di setiap yang ada. Datanglah agama, lalu menyatakan bahwa “Ada” adalah Tuhan, Tuhan adalah “Ada”.

2. Sejak kapan Tuhan itu ada?

Pertanyaan tentang ini keliru. Pertanyaan tentang “Kapan” adalah pertanyaan yang menunjuk pada dimensi waktu yang hanya dimiliki oleh materi. Waktu dibutuhkan oleh materi untuk bergerak, untuk dinamis. Salah satu ciri materi adalah gerak. Dari mulai tidak ada, atau ada dalam bentuk lain, lalu berproses menjadi ada atau berubah bentuk. Sementara Tuhan bukan materi. Ia non-materi. Jika Tuhan tersusun dari waktu berarti mengindikasikan bahwa Tuhan memiliki gerak. Dari mulai ada kemudian berproses lalu menjadi ada. Ini sangat tidak mungkin. Karena berarti ada waktu di mana ada kekosongan Tuhan, lalu Tuhan berproses dan menjadi ada.

3. Apakah Tuhan dapat dilihat?

Pertanyaan ini keliru. Penglihatan manusia, dalam arti penglihatan optik secara fisik, mensyaratkan adanya alat yang digunakan untuk melihat (jika di dunia ini berarti mata), dan ada alat bantu untuk menerangi obyek yang dilihat, yaitu cahaya. Manusia tidak mungkin dapat melihat obyek jika dalam kegelapan. Kedua syarat itu harus terpenuhi. Maka, jika Tuhan dapat dilihat, maka berarti Dia terikat terhadap obyek lain, yaitu mata dan cahaya, untuk menampakkan diri-Nya. Dan, Tuhan tidak mungkin terikat oleh apapun. Jika Tuhan terikat oleh sesuatu di luar diri-Nya maka sudah pasti dia bukan Tuhan.

4. Mampukah Tuhan menciptakan satu makhluk (katakan satu batu maha besar) yang Tuhan sendiri tidak mampu mengangkatnya?

Pertanyaan ini keliru. Karena dalam pertanyaan itu terdapat kontradiksi antara mampu dan tidak mampu. Tuhan tidak mungkin memiliki kontradiksi dalam diri-Nya. Pertanyaan ini juga berlaku bagi pertanyaan, mampukah Tuhan memasukkan manusia yang jahat ke surga, dan memasukkan manusia yang baik ke neraka? Pertanyaan ini pun terdapat kontradiksi di dalamnya karena label mampu dan tidak mampu berkumpul dalam satu identitas. Hukum logika tidak mungkin.

Sesungguhnya masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang ngawur, tapi saya stop dulu di sini, karena jika kebanyakan Anda tidak mungkin dapat makan. Ngantuk yang ada.**[harja saputra]

 

Semula dimuat di Kompasiana: http://filsafat.kompasiana.com/2011/09/16/yang-belum-makan-malam-dilarang-baca-ini/

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments