Categories: Komunikasi

Esensi Menulis

Sumber: Admin kompasiana.com

Edisi cetak Kompasiana Freez setiap Kamis yang menjadi sisipan di Koran Kompas sudah terbit tiga kali. Di edisi ketiga tulisan saya tentang “Masjid yang Dibangun Tiga Agama” terpilih untuk dipublikasikan di Freez (terima kasih om/mbak Admin). Di sini saya tidak hendak mengulas tulisan tersebut. Tidak juga ingin ikut mengkritik karena Freez edisi tiga hanya setengah halaman. Saya hanya ingin mencoba mengulas Motto Kompasiana Freez: Esensi bukan Sensasi. Motto ini menurut saya maknanya dalam (sedalam lautan).

Esensi secara bahasa berarti “inti atau intisari”. Kalau seseorang bicara misalnya, “Esensi dari puasa adalah menahan diri” berarti maknanya “Inti dari puasa adalah menahan diri”.

Dalam terminologi pemikiran yang serius (maksudnya adalah termasuk dalam istilah filsafat, karena filsafat sering diidentikkan dengan pemikiran yang serius, karenanya jarang diminati) esensi adalah lawan dari substansi. Esensi dalam bahasa Arab disebut “mahiyah”, keberadaan yang bersifat persepsi akal manusia; atau sifat dari sesuatu. Misalnya substansi api adalah api yang ada di luar, yang sifatnya membakar. Substansi memiliki dampak langsung karena berupa keberadaan sejati. Adapun esensi api masih tetap membakar tetapi membakarnya tidak memberikan dampak apa-apa. Itu karena esensi adalah keberadaan yang berada dalam benak. Api di dalam benak manusia, meskipun kita tahu bentuknya api dan kita tahu bawa api itu membakar, tetapi ia tidak membakar benak atau kepala kita ketika kita membayangkan api.

Pengertian “Esensi bukan Sensasi” dengannya ingin mengatakan bahwa tulisan para Kompasianer sebagai jurnalis warga tetapi memiliki esensi atau inti yang sama dengan jurnalis profesional, yaitu “memberitakan” atau “mengabarkan” kepada dunia mengenai suatu keadaan atau pemikiran. Bukan sensasi, karena yang menulis di Kompasiana dengan motif sensasional apalagi beriklan untuk menaikkan traffic dari blog pribadinya, besar kemungkinan tidak akan dilirik oleh Kompasiana Freez. Bahasa-bahasa judul yang provokatif namun terkadang isinya tidak nyambung dengan judul bukan segmen Freez. Tidak ada yang salah jika ada Kompasianer yang demikian, namun ini hanya memetakan medan Freez bagi para Kompasianer.

Menulis dengan tanpa “beban” apapun merupakan makna lain dari “esensi bukan sensasi”. Ini berlaku juga bagi tulisan-tulisan kita baik yang masuk HL maupun yang tidak. Jika kita menulis hanya untuk mengejar HL itu masih masuk dalam kategori mengejar “sensasi”. Percaya atau tidak, tulisan-tulisan yang menang lomba di Kompasiana, justru bukan tulisan yang masuk HL. Tulisan saya yang menang di Lomba Ngeblog Seharian Telkomsel bahkan tidak masuk HL. Begitu pula tulisan bang Adian Saputra yang menang lomba Blogshop Tips Telkomsel juga bukan tulisan yang masuk HL. Jadi, esensi dari menulis tidak ditunggangi oleh motif sensasional, akan tetapi murni berbagi (sharing). Karena itulah tugas manusia hidup di dunia ini, yaitu berbagi dengan orang lain. Ini nyambung juga dengan motto Kompasiana: Sharing and Connecting.

HL itu bonus, persis seperti manusia berbuat baik. Tujuan berbuat baik bukan untuk mengejar surga, karena surga itu hanya bonus saja. Tujuan berbuat baik adalah tujuan kemanusiaan, agar sesama manusia saling menolong. Karena manusia tidak bisa hidup sendirian. Jika masuk surga syukur, nggak pun tidak mungkin. Persis juga dengan kecantikan. Kecantikan itu bonus. Tujuan mencari pasangan bukan kecantikan, tetapi mencari kebaikan sifat atau kecocokan pribadi antara keduanya. Kalau cantik ya syukuri kalau tidak berarti tidak laku sama yang cantik…introspeksi diri…nah itu.**[harja saputra]

Tulisan ini semula dimuat dan menjadi Headline di Kompasiana: http://media.kompasiana.com/new-media/2011/08/12/memahami-motto-kompasiana-freez-esensi-bukan-sensasi/

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share