Komunikasi

Jurnalisme Placebo, Pesan Palsu Efeknya Nyata

Ilustrasi kompasiana.com

Placebo dikenal luas di bidang kedokteran dan farmasi. Placebo adalah obat palsu, bentuknya mirip dengan obat asli.

Placebo umumnya digunakan untuk menguji khasiat suatu obat. Ketika suatu perusahaan obat hendak menguji obat yang mereka ciptakan umumnya tahap terakhir adalah diujicobakan pada manusia. Maka dibuatlah 2 jenis obat: obat asli yang telah mereka formulasikan dan obat placebo yang miripnya sama tetapi kandungannya hanya berisi gula.

Dari pengujian terhadap obat tersebut akan dilihat berapa orang yang memiliki efek dari obat asli. Dari banyak kasus, ini yang menjadi keanehan dari para ahli di bidang kedokteran dan psikologi, ternyata placebo yang isinya hanya gula atau obat palsu ternyata memiliki efek yang sama dengan obat asli.

Dalam beberapa penelitian, disebutkan pernah dilakukan uji empiris yang hasilnya 75% pasien memiliki efek setelah mengkonsumsi obat asli, dan sisanya 25% memiliki efek yang sama setelah mengkonsumsi obat placebo.

Banyak hasil penelitian yang menyoroti tentang efek placebo (placebo effect) ini. Bahkan ada film bagus di tahun 1998 yang menggambarkan tentang ini, judul filmnya Placebo, menggambarkan bagaimana Placebo berpengaruh secara psikologis terhadap orang yang memakannya.

Maka, dari sini, para pakar psikologis mengambil satu kesimpulan bahwa placebo berkaitan erat dengan sugesti. Ada juga yang meneliti pengaruh gula yang selalu dipakai dalam obat Placebo. Bisa jadi gula murni juga obat untuk setiap penyakit, karena terbukti dari banyak penelitian yang melibatkan Placebo, selalu memberikan efek yang sama dengan obat asli.

Tulisan ini bukan hendak menyoroti terlalu dalam tentang placebo effect dari kacamata ilmu kedokteran karena saya bukan ahlinya. Di sini hanya hendak mengambil analoginya pada praktek jurnalisme.

Jurnalisme Placebo hampir sama dengan istilah HOAX. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan. Istilah HOAX lebih dikenal dengan pesan palsu. Ciri HOAX adalah dua hal: pertama pengirimnya tidak jelas, dan kedua isi dari pesan tidak sesuai dengan realitasnya alias pesan bohong.

HOAX Berbeda dengan “Jurnalisme Placebo”. Jurnalisme placebo pengirim pesan atau penulis informasi diketahui dengan jelas. Wartawan resmi dari suatu kantor berita (apalagi jurnalis warga) bisa terlibat dalam “jurnalisme placebo”. Dalam keadaan apa itu terjadi?

Yaitu ketika pesan atau informasi yang diwartakan adalah palsu alias tidak sesuai dengan realitasnya. Identitas si penulisnya atau lembaga yang mempublikasikan dikenal secara luas dan dikenal kredibel, tetapi pesannya berisi informasi palsu. Maka itu dinamakan Jurnalisme Placebo.

Kenapa demikian? Karena dilihat dari efeknya, si pembaca melibatkan sisi psikologisnya terlebih dahulu, yaitu melihat kredibilitas pewarta, daripada melihat isi pesannya. Maka, efeknya tidak berbeda antara pesan asli dengan pesan palsu, artinya si pembaca meresapi dan bisa jadi berbuat sesuai dengan yang diserukan dalam pesan tersebut.

Contoh nyata dari jurnalisme placebo adalah prinsip: “Kebenaran adalah kebohongan yang diyakini oleh setiap orang”. Misalnya begini, saya baru lewat di depan kantor kelurahan di saat menuju jalan pulang.

Di tengah jalan bertemu dengan satu orang dan bilang bahwa di kantor kelurahan (yang tadi dilewati) ada pembagian sembako. Saya pasti menganggap informasi dari orang itu adalah bohong, karena baru saja saya lewat dari tempat itu dan tidak ada pembagian sembako.

Lantas saya jalan lagi. Bertemu lagi dengan orang lain yang bilang hal serupa: di kantor kelurahan ada pembagian sembako. Terus begitu sampai ada 10 orang yang mengatakan sama.

Apakah saya akan mengatakan bohong lagi terhadap apa yang 10 orang itu katakan meskipun kita sudah melihatnya langsung? Besar kemungkinan saya akan bergegas ke kantor kelurahan karena mempercayai ucapan dari 10 orang itu meskipun sudah menyaksikan langsung bahwa di tempat itu tidak ada pembagian sembako.

Itulah bukti dari jurnalisme placebo. Pesannya bohong tetapi efeknya nyata. Karena memanfaatkan efek psikologis manusia. Apakah jurnalisme placebo terlarang? Jelas, jika reportase maka pesan harus asli tidak ada rekayasa. Menceritakan apa adanya.**[harja saputra]

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share