Categories: OpiniPolhukam

Perbandingan Pengaturan Ketenagakerjaan antara UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan

Tabel perbandingan perubahan pengaturan mengenai ketenagakerjaan antara UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Ilustrasi: suara.com

Isu tentang ketenagakerjaan pada UU Cipta Kerja adalah isu yang menarik perhatian luas dari publik. Memicu banyak gelombang protes dari para buruh beberapa pekan lalu dan mungkin akan terjadi lagi, karena ada ketidakpuasan terhadap perubahan pengaturan mengenai ketenagakerjaan yang dinilai merugikan para buruh.

Di sini, akan dibandingkan mengenai perubahan pengaturan mengenai Ketenagakerjaan pada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang resmi ditandatangani oleh Presiden RI pada 02 November lalu dengan UU Ketenagakerjaan existing, yaitu pada UU Nomor 13 Tahun 2003.

Di akhir tulisan, saya cantumkan juga tabel sandingan antara kedua undang-undang tersebut yang sudah saya tandai untuk memudahkan dalam melihat norma-norma yang berubah. Bebas didownload dan disebarluaskan. Silakan.

Apa saja yang berubah? Mari kita kupas..

Pelatihan Kerja

1. UU Cipta Kerja menambah satu nomenklatur penyelenggara pelatihan kerja yaitu “Lembaga Pelatihan Kerja Perusahaan”, yang sebelumnya tidak tercantum pada UU Ketenagakerjaan. UU Ketenagakerjaan membatasi hanya dua jenis lembaga penyelenggara pelatihan kerja, yaitu Lembaga Pelatihan Kerja Pemerintah dan/atau Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (UU Cipta Kerja Pasal 81 pada Perubahan UU Ketenagakerjaan Pasal 13 ayat (1)).

2. Menambah ketentuan mengenai perizinan bagi lembaga pelatihan kerja yang dimiliki oleh Pemerintah dan Perusahaan untuk mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/ kota (Perubahan Pasal 13 ayat (4)).

3. Adapun lembaga pelatihan yang dimiliki swasta harus memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota; serta bagi lembaga pelatihan kerja swasta yang terdapat penyertaan modal asing, Perizinan Berusahanya diterbitkan oleh Pemerintah Pusat (Perubahan Pasal 14).

4. Diubahnya banyak peraturan turunan yang awalnya akan diatur oleh Peraturan Menteri, diambil oleh oleh Peraturan Pemerintah (PP), misalnya mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha bagi lembaga pelatihan kerja swasta (Perubahan Pasal 37).

Tenaga Kerja Asing

1. Mengubah prosedur rencana penggunaan tenaga kerja asing bagi pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing, yang awalnya harus memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk, diganti dengan redaksi “disahkan oleh Pemerintah Pusat” (Perubahan Pasal 42).

2. Ketentuan di atas tidak berlaku bagi:

a. Direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau

c. Tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu (Perubahan Pasal 42 Ayat (3)).

Ketentuan pada poin di atas menunjukkan semakin longgarnya syarat untuk para tenaga kerja asing. Direksi atau Komisaris dapat dijabat oleh Pekerja Asing. Begitu juga dengan bidang vokasi, perusahaan IT startup, dan lainnya tidak lagi perlu izin dari Pemerintah. Sudah otomatis bisa dengan adanya perubahan pengaturan pada UU Cipta Kerja ini, yang pada UU sebelumnya tidak ada.

3. Menambah ketentuan bagi pemberi kerja satu klausul, yaitu wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir (Perubahan Pasal 45).

4. Mengubah peraturan turunan mengenai penggunaan tenaga kerja asing yang awalnya diatur oleh Keputusan Presiden kini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

1. Menambah ketentuan mengenai PKWT dengan dua klausul, yaitu:

– Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.

– Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah. (Perubahan Pasal 56)

Masuknya klausul di atas, ditengarai penggunaan PKWT alias outsourcing akan makin luas digunakan oleh para pemberi kerja dengan mencantumkannya ke Perjanjian Kerja. Meskipun pada pengaturan Ayat sebelumnya disebutkan bahwa “Perjanjian Kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu”, di mana untuk waktu tidak tertentu artinya menjadi karyawan tetap, tetapi pemberi kerja akan banyak memilih PKWT untuk alasan efisiensi.

2. Menambah klausul “dan masa kerja tetap dihitung” jika dalam PKWT disyaratkan adanya Masa Percobaan Kerja (Perubahan Pasal 58).

Percobaan Kerja tidak diperbolehkan untuk PKWT sebagaimana disebutkan dalam pengaturan pada Ayat sebelumnya. Jika ada masa percobaan kerja, maka batal demi hukum serta masa percobaan kerjanya dihitung sebagai masa kerja sehingga harus dibayar.

3. Menambah kriteria jenis pekerjaan yang diperbolehkan menggunakan PKWT dengan tambahan klausul: “pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap” (Perubahan Pasal 59).

4. Menambah pengaturan mengenai selesainya Perjanjian Kerja dengan satu tambahan ketentuan, yaitu: “selesainya suatu pekerjaan tertentu” (Perubahan Pasal 61). Ini memperkuat pengaturan untuk PKWT.

Mengenai pengupahan, peran Serikat Buruh/Serikat Pekerja, ketentuan cuti, pesangon, dan lain-lain, perubahan pengaturannya dapat dilihat secara lengkap pada Tabel Sandingan UU Cipta Kerja dengan UU Ketenagakerjaan di bawah ini. Silakan didownload untuk bahan analisis.

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share