Categories: Sosbud

Masalah Lady Gaga Saja Ribut

Lady Gaga (harianjogja.com)

Ciri budaya instan salah satunya adalah “fokus pada hal yang remeh-temeh (trivial)”. Tapi begitulah hidup, hal yang remeh-temeh seringkali menjadi perhatian. Infotainmen itu sifatnya info remeh-temeh, menyuguhkan info isi dalam tas artis, makanan favorit artis, dan remeh-temeh lainnya. Tapi kini menjadi suatu industri tersendiri. Itulah kenyataan, karena budaya instan yang remeh temeh tak butuh mengerutkan dahi untuk mencernanya, gampang dinikmati, karena namanya juga info remeh-temeh.

Satu hal yang menjadi janggal adalah info remeh-temeh tapi mendapat porsi perhatian yang sangat besar. Benar-benar menjemukan. Contoh nyatanya masalah konser Lady Gaga. Selama berhari-hari saya (mencantumkan saya karena tidak berani mengatakan kita, walaupun mungkin banyak orang yang merasakan hal sama, tapi ini untuk menunjukkan bahwa ini adalah pemikiran pribadi) jemu juga disuguhkan tulisan, berita–baik di online, cetak, elektronik–yang menyoroti masalah ini. Kenapa semua orang menjadi fokus pada hal remeh-temeh. Apa tak ada hal lain yang lebih penting? Setelah berhari-hari kita bersedih dengan insiden Sukhoi kenapa sekarang kontras sekali, beralih ke hal yang tidak penting banget.

Bagi sebagian orang mungkin masalah Lady Gaga adalah bukan hal remeh-temeh, melainkan sesuatu yang besar. Karena itu terkait masalah nilai-nilai sosial. Ah lebay. Katty Perry sukses konser di sini, band-band dunia papan atas juga pernah datang kesini. Apanya yang beda dengan Lady Gaga? Apakah ia lebih seksi? Apakah ia lebih seronok? Katanya sih karena ia “pemuja setan” dan “tokoh pergaulan bebas”. Itu baru katanya. Kembali lagi, semua disibukkan hal remeh-temeh. Pergaulan bebas sih ga usah Lady Gaga, di sini juga banyak. Tapi seolah biasa-biasa saja. Tempat hiburan yang nyata-nyata berisi “pergaulan bebas” aman-aman saja. Tak usah bicara nilai-nilai luhur semasih belum bisa menertibkan diri sendiri.

Apakah itu karena LG adalah artis internasional? Diskriminatif sekali kalau begitu. Ini bukan berarti tulisan ini condong atau pro pada LG. Ada saatnya kita harus bicara dan ada saatnya kita harus diam. Tidak semua hal harus kita bicarakan, harus kita ungkapkan. Diam pada hal yang remeh-temeh lebih utama. Binalah keluarga dengan baik, lingkungan di sekitar kita perhatikan dulu, baru urusin yang di luar itu. Diam pada banyak kondisi justru lebih mendamaikan daripada bersuara, berisik yang ada. Belum tentu yang lain suka. Kalau tidak suka akan dicibir. Malu ah sama yang lain.

Berapa banyak kesalahan informasi dan simpang-siur kabar lebih disebabkan semua orang ingin berkomentar. Simpang siur masalah kontroversi penyebab Sukhoi pun menjadi berisik dan tak terkendali, yang justru merugikan bagi keluarga korban. Media berulang-ulang menayangkan berita itu-itu saja. Seolah ingin puas. Berkacalah pada Jepang, apakah Jepang memblow-up informasi pada dunia pada saat terjadi bencana tsunami? Tidak sama sekali. Media dan tokoh-tokoh masyarakat Jepang tidak lebay. Bahkan lebih banyak diam, itu karena agar masyarakat dapat recovery lebih cepat. Bukan larut dalam info-info remeh temeh yang merugikan.

Lho, kalau begitu, saya juga harus diam dong tak usah urusin yang berisik itu…di saat suasana sudah berisik, untuk mendiamkan adalah berteriak sekencangnya!**[harjasaputra]
 

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share