Categories: Sosbud

Menyoroti Budaya Instan Kita

Ilustrasi: revolusicarabelajar.blogspot.com

Percaya atau tidak budaya instan sudah ada sejak lama di Indonesia, bahkan sudah menjadi budaya yang diajarkan turun temurun. Budaya instan adalah budaya cepat, tanpa proses rumit yang membutuhkan waktu panjang. Apa buktinya? 1. Kisah Loro Jonggrang. Ia hanya membutuhkan waktu 1 malam saja untuk membuat 1000 candi. Ini benar-benar instan.

2. Kisah Sangkuriang dari Jawa Barat. Cerita rakyat Sunda yang sangat melegenda dengan Gunung Tangkuban Perahunya. Berapa lama dibutuhkan oleh Sangkuriang untuk  membuat kapal yang akhirnya menjadi Gunung Tangkuban Perahu? Hanya 1 malam juga. Sama kisahnya dengan kisah Loro Jonggrang. Atau jangan-jangan karena terilhami dari Loro Jonggrang jadi Dayang Sumbi pun mau yang instan-instan? 1 malam saja.

3. Kisah klasik dari Sumatera Barat (Padang). Kisah Malin Kundang sebagai cerita rakyat khas yang tak asing lagi. Si anak yang durhaka kepada ibunya. Coba tebak, Malin Kundang menjadi batu dalam waktu berapa lama? Pasti tidak tahu kan jawabannya. Nyerah? Ingin tahu jawabannya? Jawabannya seketika, dalam 1 menit saja, dan oleh 1 kutukan saja. Lebih instan dari 1 malam.

4. Kisah jin Aladin (kalau yang ini sepertinya dari dongeng negeri Timur Tengah nih, cuma banyak dikutip di negeri kita). Mau kaya? Mau rumah? Mau apa aja silahkan minta 3 permintaan. “Saya mau ganteng Jin”..dijawab sama Jin: “Ngimpiiiii…”

5. Agama pun banyak mengajarkan kisah-kisah instan. Nabi isra miraj ke mesjid Aqsha dan ke langit dalam berapa lama? 1 malam saja. Nabi Adam turun ke bumi karena apa? Karena 1 kerlingan mata hawa saja. Iblis yang beribu-ribu tahun terkutuk karena apa? Karena 1 kutukan saja. Instan..instan..instan..!

So, budaya instan itu sudah menjadi budaya kita. Maunya yang cepat-cepat, tak mau mengikuti jalan sunyi (proses panjang). Mungkin sudah jadi warisan dari nenek moyang kita. Coba kita lihat efeknya pada budaya masa kini:

1. Lagu-lagu zaman sekarang banyak yang instan. Lagu minta ketemu meskipun 1 Jam Saja (Audy), akhirnya ber-Cinta Satu Malam (Melinda), dan efeknya Hamil Duluan. Haddeeehh…ini dipastikan instan.

2. Banyak bupati yang dilaporkan karena ijazah palsu (ternyata yang palsu-palsu juga efek dari budaya instan termasuk alamat palsu). Karena apa ijazah palsu? Karena males sekolah lama-lama, beli aja yang sudah jadi, cepat saji. Beres toh.

3. Banyak artis instan. Entah melalui Youtube, ajang kontes, pemilihan idol, dan ajang-ajang bakat. Tidak seperti dulu, harus menempuh jalan sunyi. Untuk menjadi artis harus ngamen dulu sana-sini, dibayar cuma goceng, disepelekan. Kalau sekarang ces pleng. Kualitasnya bagaimana yang instan dengan yang melalui proses panjang? Silahkan nilai sendiri.

4. Banyak profesi instan. Tak punya keahlian jadi pak ogah di perempatan jalan. Satu mobil 1000 rupiah, kalau sehari 100 mobil bisa 100 ribu penghasilannya. Instan daripada sekolah dulu capek, dimarahin guru, buku mahal. Mending jadi pak ogah, tinggal lambai-lambai tangan dapat duit deh..!

5. Banyak pengadilan instan. Tak mau proses pengadilan yang bertele-tele, pengadilan di tempat juga jadi. Berapa pak tarif tilang saya? Damai saja pak ya? Damailah dengan 50 ribu di tempat, salam tempel ke pak polisi yang terhormat.

Wah, kalau saya deretin daftar yang instan-instan bisa penuh nih postingan. Lalu sastra instan gimana? Saya bukan sastrawan, tahunya hanya yang instan-instan itu warisan nenek moyang kita jadi harus dipelihara atau yang instan kalau itu tidak bagus jangan dilakukan.**[harja saputra]

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Lihat Komentar

Share