Sosbud

Pemerintah Usul Biaya Haji Tahun 2017 Naik, DPR Inginkan Tetap

Ilustrasi (harjasaputra)

Haji adalah serangkaian ibadah untuk memenuhi panggilan Allah Swt sebagai bagian dari rukun Islam dengan syarat memenuhi aspek adanya kemampuan bagi yang melaksanakannya. Meskipun tergolong ibadah dengan biaya cukup tinggi, namun minat masyarakat Indonesia untuk menunaikan ibadah haji sangat tinggi.

Terdapat sedikitnya tiga juta lebih calon jemaah haji yang telah membayar setoran dan masuk ke daftar tunggu haji hingga akhir tahun 2016. Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan angka pertumbuhan ekonomi dan aspek budaya masyarakat. Di banyak daerah, haji bukan saja masalah ibadah, namun juga menyangkut status sosial. Orang dengan title “Haji/Hajjah” lebih dihormati daripada yang belum berhaji.

Aspek tersebut, pada gilirannya, mengakibatkan tingginya daftar tunggu. Di beberapa daerah daftar tunggu (waiting list) untuk haji reguler bervariasi: rata-rata sepuluh hingga lima belas tahun. Di luar pulau Jawa bahkan mencapai dua puluh tiga tahun seperti terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara, dan dua puluh lima tahun seperti terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan. Hal yang sama terjadi di Provinsi Kaltim, daftar tunggunya bahkan mencapai dua puluh delapan tahun.

Saat ini, di Komisi VIII DPR RI tengah dibahas mengenai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2017. Sebelum akhir Maret ini dijadwalkan pembahasan BPIH rampung sehingga jemaah dapat melunasi biaya haji secara lebih cepat.

Berikut ini adalah beberapa poin penting terkait pelayanan dan biaya haji tahun 2017 sebagai informasi awal dan bahan pembahasan:

Kuota Haji

Ramai diperbincangkan di media sosial mengenai adanya tambahan kuota haji sebanyak 52.200 sebagai akibat dari kunjungan Raja Salman ke Indonesia. Informasi ini bahkan disampaikan oleh tokoh-tokoh nasional.

KH. Nazarudin Umar, misalnya, pada wawancara dengan radio swasta sesaat setelah menghadiri pertemuan antara para ulama dan Raja Salman bahkan menyebutkan hal tersebut secara tegas, bahwa ada penambahan kuota lima puluh dua ribu lebih khusus untuk Indonesia dari Raja Salman.

Informasi tersebut jelas terlalu “mengada-ada”. Kenapa? Karena penetapan kuota telah jauh-jauh hari ditetapkan sebelum kunjungan Raja Salman. Tepatnya, telah ditetapkan pada tanggal 4 Januari 2017, sebagai hasil dari pertemuan antara Menteri Agama dengan Menteri Haji Kerajaan Arab Saudi.

Hasil kesepakatan tersebut lalu dituangkan dalam MoU antara kedua negara, yang salah satu isinya adalah bahwa kuota Jemaah haji Indonesia untuk tahun 1438H/2017M kembali normal sebanyak 211.000 dan ditambah 10.000 sehingga menjadi 221.000.

Keterangan itu disampaikan langsung oleh Menteri Agama di DPR pada tanggal 13 Februari 2017. Selain itu, kuota kembali normal bukan saja untuk Indonesia tetapi berlaku untuk semua negara. Memang, tidak semua negara mendapatkan tambahan kuota. Namun dengan mengatakan bahwa kuota haji bertambah dari hasil kunjungan Raja sebanyak lima puluh dua ribu jelas salah.

Terlepas dari hiruk-pikuk klaim mengenai kuota, berikut ini adalah infografis perkembangan kuota haji Indonesia:

Kuota Haji (infografis by: harja saputra)

Dari gambar di atas, kuota Jemaah haji Indonesia dari dua tahun sebelumnya adalah tetap yaitu sebanyak 168.800. Pada tahun ini kuota menjadi 221 ribu sebagaimana telah dijelaskan di atas. Kuota sebanyak itu dialokasikan untuk haji reguler sebanyak dua ratus empat ribu dan untuk haji khusus sebanyak tujuh belas ribu.

Kebijakan Pelayanan terhadap Jemaah

Adanya penambahan kuota haji, di satu sisi, adalah baik. Hal tersebut dapat mengurangi daftar tunggu yang selama ini sangat panjang. Namun, di sisi lain, patut diantisipasi kemungkinan semakin banyaknya jemaah kita yang meninggal terutama saat di Arafah dan Mina.

Kuota bertambah, tetapi luas area Arafah dan Mina umumnya tetap. Memang ada perluasan di Mina, yang saat ini disebut Mina Jadid dan akan diperluas lagi menjadi Mina Ajdad. Namun, hal ini terbentur juga oleh adanya kenyataan bahwa mayoritas jemaah tidak mau ditempatkan di Mina Jadid. Mina Jadid bukanlah Mina sehingga keabsahan ibadahnya dipertanyakan.

Pemerintah Saudi menerapkan beberapa kebijakan sebagai akibat adanya peningkatan kuota. Di antaranya, keharusan melakukan upgrade untuk kendaraan ke Armina dan kebijakan lain.

Untuk meningkatkan pelayanan, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama, menerapkan beberapa kebijakan pelayanan haji pada tahun ini sebagai berikut:

Infografis by harja saputra

Dari gambar di atas dapat dijelaskan:

Pertama, masa tinggal di Arab Saudi yang pada tahun sebelumnya sebanyak tiga puluh sembilan hari maka pada tahun ini bertambah menjadi empat puluh satu hari. Hal ini dikarenakan adanya penambahan kloter dan keterbatasan slot time penerbangan yang disediakan Arab Saudi.

Masa tinggal di Arab Saudi ini, menurut prediksi saya, akan tetap yaitu empat puluh satu hari, tidak akan mengalami perubahan. DPR besar kemungkinan akan memahami hal itu.

Kedua, makan di Mekkah diusulkan bertambah dari awalnya dua puluh empat kali menjadi dua puluh enam kali. Di Madinah yang sebelumnya sebanyak delapan belas kali menjadi sembilan belas kali.

Penambahan jumlah makan di Mekkah dan di Madinah ada kemungkinan berubah dari yang diusulkan pemerintah. DPR akan mempertimbangkan aspek efisiensi penggunaan indirect cost untuk komponen tersebut. Menurut prediksi saya, makan di Mekkah yang diusulkan 26 kali akan menjadi 25 kali, adapun di Madinah akan tetap seperti tahun sebelumnya yaitu 18 kali. Jumlah penghematan dari berkurangnya dua kali makan saja cukup besar yaitu sekitar empat miliaran rupiah.

Ketiga, manasik haji sepuluh kali untuk wilayah luar jawa dan delapan kali untuk wilayah Jawa. Jumlah ini mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Di mana pada tahun lalu manasik untuk luar Jawa delapan kali dan untuk wilayah Jawa sebanyak enam kali.

Jumlah manasik haji ini ada kemungkinan berubah juga tergantung dari hasil analisis Komisi VIII DPR RI, yang tentu saja memperhitungkan aspek efektivitas dan efisiensi.

Keempat, naqobah (transportasi antar kota) dan masyair (transportasi ke Arafah dan Mina) mengalami peningkatan kualitasnya. Bis-bis yang digunakan di-upgrade untuk meminimalisasi masalah banyaknya kendaraan mogok atau yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Kelima, kualitas fasilitas di Armina, seperti tenda, alat pendingin, klinik, dan lainnya ditingkatkan. Hal ini adalah bagian dari kebijakan Arab Saudi untuk mengantisipasi masalah mengingkatnya jumlah jemaah haji agar selama di Armina lebih nyaman.

Untuk kedua poin di atas, dari segi kebijakannya akan tetap, yang akan berubah adalah dari segi biaya. Untuk masyair, misalnya, pemerintah Arab Saudi sendiri meningkatkan biaya menjadi dua kali lipat. Ini akan dilihat kembali berapa biaya yang layak dialokasikan.

Biaya Haji

Pemerintah melalui Menteri Agama RI, pada tanggal 13 Februari 2017 menyampaikan usulan biaya haji tahun 2017. Dalam rapat kerja terbuka itu Menteri Agama mengusulkan besaran biaya haji (direct cost dan indirect cost) sebagai berikut:

Infografis by harja saputra

 

Dari infografis yang diolah dari dokumen resmi pengajuan Kementerian Agama di atas, biaya haji yang dibayarkan langsung oleh jemaah (Direct cost) tahun 2017 adalah sebesar tiga puluh lima jutaan, mengalami peningkatan sebesar satu jutaan dari tahun sebelumnya yang berkisar di angka tiga puluh empat jutaan.

Angka fantastis yang mengalami peningkatan adalah pada komponen biaya tidak langsung (Indirect Cost) yang diambil dari dana nilai manfaat setoran haji. Tahun sebelumnya sebesar 3.94 triliun, namun pada tahun ini diusulkan meningkat menjadi Rp 5.08 triliun. Ada peningkatan lebih dari satu triliun rupiah.

Peningkatan angka indirect cost adalah akibat dari meningkatnya kuota haji. Kementerian Agama RI selalu menghitung besarnya biaya berdasarkan jumlah biaya satuan lalu dikalikan dengan jumlah jemaah. Semakin tinggi jumlah jemaah, karena patokannya jumlah biaya satuan, maka biaya yang diusulkan akan bertambah sejalan dengan hasil perkaliannya.

Logika ini kurang tepat, karena dalam dunia bisnis saja nilai biaya produksi atau biaya layanan satuan jika volume bertambah akan mengurangi biaya satuan. Itu dalam dunia bisnis, apalagi ini penyelenggaraan ibadah haji yang tidak dibenarkan oleh undang-undang bersifat bisnis, harus nirlaba. Tentunya bisa lebih berkurang.

Atas alasan itu, dan beberapa pertimbangan, DPR menginginkan agar biaya haji syukur-syukur bisa turun dari tahun sebelumnya, atau minimal tetap sama dengan tahun sebelumnya. Pertimbangan yang digunakan adalah terutama komponen harga minyak dunia yang akan mempengaruhi harga avtur dan harga komponen penerbangan, pertimbangan nilai tukar mata uang SAR, dan alokasi dana APBN untuk biaya yang tidak bersentuhan langsung dengan jemaah haji.

Adapun kebijakan tahun sebelumnya seperti pelunasan dan penetapan biaya haji dalam mata uang rupiah bukan dollar, ketetapan ditetapkan oleh Keppres bukan Perpres, hedging, pembahasan kembali dengan DPR jika ada deviasi harga dari yang disepakati, serta kebijakan lain yang masih dirasakan baik akan tetap dipertahankan.

So, untuk kepastian biaya haji berapa, kita tunggu saja sebelum akhir Maret ini.**[harjasaputra.com]

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share