Categories: Sosbud

Pendangkalan Makna Dalam Peringatan Hari Ibu

Ilustrasi: coolfreeimages.net

Peringatan Hari Ibu (Mother’s Day) di Indonesia jatuh pada tiap tanggal 22 Desember. Namun, adakah yang tahu peringatan Hari Ibu tahun ini yang keberapa? Tak pernah dicantumkan di berbagai peringatan hari ibu setiap tahunnya. Masyarakat hanya tahu pokoknya hari ibu itu tanggal 22 Desember. Tak seperti peringatan Hari Kemerdekaan yang selalu mencantumkan urutan keberapa kalinya, misal “Dirgahayu Kemerdekaan RI yang Ke-66 (1945-2011).

Peringatan Hari Ibu tahun ini menginjak peringatan yang ke-83. Diperingati pertama kali tahun 1928, yaitu pada saat para pejuang wanita mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. (Sumber dari sini).

Peringatan Hari Ibu berbeda-beda di setiap negara, ada yang memperingatinya pada Hari Minggu ke dua di bulan Maret, Juni, Agustus, November dan banyak varians lainnya. Namun secara internasional hari ibu diperingati pada tiap 8 Maret atau yang lebih dikenal dengan Hari Perempuan Internasional.

Ada kesamaan misi dalam memperingati Hari Ibu dan Hari Perempuan. Hari Ibu diperingati dengan misi awalnya untuk lebih mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Bahkan salah satu hasil dari kongres pertama untuk memperingati hari ibu adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Begitu pun dengan Hari Perempuan. Peringatan di seluruh dunia untuk memperingati keberhasilan kaum perempuan di bidang ekonomi, politik dan sosial. Di antara peristiwa-peristiwa historis yang terkait yaitu memperingati kebakaran Pabrik Triangle Shirtwaist di New York pada 1911 yang mengakibatkan 140 orang perempuan kehilangan nyawanya. Dengannya gagasan Hari Ibu dan Hari Perempuan lebih pada gerakan Feminisme, yaitu gerakan untuk memperingati semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama sekaligus menuntut untuk tidak ada pembedaan hak dengan laki-laki dalam beraktivitas.

Namun, sepertinya, peringatan Hari Ibu sudah mengalami simplifikasi makna. Kini Hari Ibu hanya diperingati secara khusus untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu. Anehnya lagi, peringatannya seperti mogok kerja: dengan membebastugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Atau memberikan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau budaya yang sesungguhnya tidak mencerminkan misi aslinya. Di sini letak simplifikasinya.

Memperingati peran ibu dalam keluarga adalah satu kemestian tetapi jika diperingati dengan mogok kerja seperti disebutkan di atas maka tidak sejalan dengan misi awalnya. Ibu memang sentral dalam sistem pendidikan untuk mencetak karakter anak. Tetapi hal penting dalam peringatan Hari Ibu adalah bukan terletak di situ, melainkan semangat feminisme. Mensejajarkan diri dalam kualitas dengan laki-laki. Jika suaminya bisa menjadi seorang profesor, istri pun harus mendukung atau berlomba menjadi profesor pula. Hal penting lainnya adalah no more KDRT. KDRT lahir karena adanya pandangan stereotif dari laki-laki, suami menjadi pusat dari keluarga dan bisa sewenang-wenang memperlakukan istri. Jika istri salah maka suami bisa memperlakukan semaunya. Ini yang harus dihayati sesungguhnya. Sampai saat ini KDRT masih tinggi angka kejadiannya di Indonesia, lebih dari 100 ribu kasus (menurut Laporan Komnas Perempuan, 2010).

Sebagai penutup saya kutipkan satu perkataan bijak yang dapat mencerminkan misi Hari Ibu maupun Feminisme: “Hanya orang mulia yang memuliakan perempuan dan hanya orang keji yang berlaku keji pada perempuan”.**[harja saputra]

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com

Share