Dasar-dasar Perpajakan

Pengertian Pajak

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Brotodiharjo dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” (1991:2) yaitu “pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Pengertian pajak menurut Soemitro (2007:3) adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari pengertian-pengertian diatas, maka dapat dirumuskan ciri yang melekat pada pengertian pajak menurut Sukardji (2003:8), yaitu :

1.    Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.

2.    Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3.    Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4.    Pajak ditujukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan apabila pemasukkannya masih surplus, maka akan dipergunakan untuk membiayai public investment.

Fungsi Pajak

Terdapat dua macam fungsi pajak menurut Resmi (2007:12), yaitu :

1. Fungsi Budgetair (Penerimaan)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

Contoh : dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

2. Fungsi Regulerend (Mengatur)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan-kebijakan dibidang sosial ekonomi. Contoh: dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat diminimalisasi; demikian pula terhadap barang mewah.

Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak yang berlaku dalam praktik perpajakan di Indonesia menurut Mardiasmo (2003:16) adalah sebagai berikut :

a.  Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menentukan pajak yang terutang Wajib Pajak.

1) Fiskus memiliki wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang.

2) Wajib Pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus.

b.  Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri pajak terutangnya.

1)Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri.

2)Wajib Pajak bersifat aktif, yakni mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dan fiskus tidak ikut campur dan hanya bertugas mengawasi.

c.  Withholding System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya yaitu wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga (contohnya : pemberi kerja atau bendaharawan pemerintah).

Perangkat Perpajakan

Beberapa pengertian perangkat perpajakan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga Undang-Undang Republik Indonesia No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yaitu:

1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

2. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) dan/atau penyerahan JKP (Jasa Kena Pajak) yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

3. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Pustaka

Soemitro, Rochmat, Pajak Pertambahan Nilai, Bandung : Eresco, 2007

Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai Edisi Revisi 2003, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003

Resmi. Perpajakan. Jakarta: Erlangga, 2007.

Mardiasmo, Perpajakan, Yogyakarta : Andi Offset, 2003