Categories: Komunikasi

Galau Di Mana-mana, Galau Kok Dipiara..

Ilustrasi: remaja.suaramerdeka.com

Kata “Galau” sekarang lagi trend. Di twitter saja, dalam waktu 1 menit ada lebih dari 100 orang yang menuliskan kata “Galau” di timeline-nya. Sepertinya ini dipicu oleh satu acara di salah satu stasiun televisi swasta yang menampilkan khusus berbagai ungkapan dengan kata kunci “Galau”. Padahal kegalauan bukan berarti positif tetapi kenapa bisa menyebar seperti penyakit menular? Aneh sekali.

Apa itu galau? Menurut KBBI galau berarti “kacau tidak keruan (pikiran)”. Dengan kata lain di mana pikiran mengalami kekacauan. Namun tidak disebutkan kekacauannya dalam bentuk apa. Galau, dalam bahasa Inggrisnya disebut hubbub atau confusion. Tetapi, seperti diungkapan Stonebridge (2007) bahwa jika galau terus menerus maka disebut sebagai “kecemasan” atau anxiety. Kecemasan sebagai akibat dari kegalauan yang akut bisa berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir, dan gelisah, resah). Dalam kondisi yang lain, kecemasan ini dapat berupa respons fisiologis yang bersumber di otak dan tercermin dalam bentuk denyut jantung yang meningkat dan otot yang menegang.

Kegalauan merupakan hal yang normal ada dalam diri manusia. Namun, kegalauan dianggap abnormal hanya jika terjadi dalam situasi yang sebagian besar orang tidak dapat menanganinya. Gangguan kegalauan akut yang menyebabkan kecemasan semacam ini dinamakan “Gangguan Kecemasan Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)”, yaitu di mana ketika dalam setiap aktivitas kesehariannya selalu dilanda kekhawatiran yang intens, tak terkontrol, tidak terfokus, dan terus menerus.

Apa saja yang mempengaruhi kegalauan dan bagaimana mengatasinya? Tak lain dan tak bukan, yaitu jenis Locus of Control (LoC) yang dimiliki oleh individu. LoC yaitu kecenderungan seseorang dalam mengontrol hal-hal yang terjadi dalam hidupnya, yaitu apakah yang mengontrol itu faktor internal ataukah faktor eksternal. Individu dengan Locus of control internal cenderung mengangap bahwa ketrampilan, kemampuan, dan usaha lebih menentukan apa yang mereka peroleh dalam hidup mereka. Adapun individu yang memiliki locus of control eksternal cenderung menganggap bahwa hidup mereka terutama ditentukan oleh kekuatan dari luar diri mereka, seperti nasib, takdir, keberuntungan, dan orang lain yang berkuasa.

Galau berkaitan dengan konsep kebahagiaan. Kebahagiaan sesungguhnya tidak ada di dunia luar, tetapi ada di dalam diri. Kegalauan hanya bisa diatasi bukan oleh orang lain, tetapi oleh diri sendiri. Sesungguhnya yang membuat galau adalah pikiran-pikiran sendiri yang mendramatisasi bahwa sesuatu itu “tidak mengenakkan” atau “bukan sesuatu yang membahagiakan”. Atau, bisa jadi sebetulnya tidak segalau itu, tetapi terlalu lebay dengan mengatakannya sebagai “galau”. Karena mungkin ikut trend. Jika demikian, lebih baik mempopulerkan kata-kata bahagia daripada mempopulerkan kata-kata galau. Galau kok dipiara..!??**

———–

Referensi: Stonebridge,  Lyndsey. The Writing of Anxiety, Imagining Wartime in Mid-Century British Culture, Macmillan: Palgrave, 2007, Chapter 11: Stress and Anxiety, www.palgrave.com/psychology/malim/pdfs/chap_11.pdf

Harja Saputra

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: me@harjasaputra.com