Filsafat

Ikhlas Itu Masalah Kebiasaan

Ilustrasi: harjasaputra.com

Di saat kunjungan ke Lombok Timur beberapa hari yang lalu di sela-sela bincang santai dengan beberapa Kepala Desa, di situlah saya mendengar satu kalimat yang jika direnungkan maknanya sangat dalam. Kepala Desa Batu Nampar Selatan di sela-sela bercandanya mengatakan, “Ikhlas itu adalah masalah kebiasaan”.

Setelah mengatakan itu ia memberikan contoh bahwa dulu dirinya di saat bekerja di sektor pertambangan yang sudah biasa memegang uang banyak, memberi satu atau dua juta kepada orang lain adalah hal yang biasa. Dari mulai memberi untuk orang-orang di sekitarnya, anak-anak yatim dan yang membutuhkan, hingga meng-entertain orang di hiburan malam.

Menghamburkan uang untuk hiburan juga perlu keikhlasan katanya. Karena itu tadi, itu terkait dengan kebiasaan. Dan, menurutnya, orang yang biasa menghamburkan uang untuk keperluan hiburan jika sudah insyaf umumnya lebih dermawan dibanding orang lain. Hal itu juga karena terkait kebiasaan.

Satu renungan sederhana dari seorang kepala desa yang jika dipahami sangat relevan. Seringkali seseorang mengatakan, “susah untuk ikhlas”. Itu bisa jadi karena dalam berbuatnya belum menjadi kebiasaan.

Di saat kita memberi kepada orang lain dan terbersit ada penyesalan atau berpikir-pikir lagi atas apa yang telah dilakukannya, berarti ia belum ikhlas, ia belum terbiasa dalam memberi.

Dalam ajaran agama, ikhlas itu sesuatu yang sangat dianjurkan, bahkan merupakan keutamaan. Ikhlas itu sendiri berasal dari kata akhlasha-yukhlisu yang berarti tulus, jujur, jernih, dan murni.

Al-Quran menyebut orang yang ikhlas dengan dua golongan:Mukhlis dan Mukhlas. Itu menunjukkan tingkatan dalam orang yang tulus. Mukhlisadalah orang yang ikhlas, orang yang tulus, setiap perbuatan didasarkan pada ketulusan. Adapun mukhlas adalah tingkatan teratas dari ketulusan. Sebab di situ ada peran Allah Swt.

Mengutip pendapat Nasaruddin Umar, Mukhlas berarti “sudah tidak sadar kalau dirinya sedang berada dalam posisi ikhlas. Keikhlasan sudah merupakan bagian dari habitdan kehidupan sehari-harinya.” Nah, dalam pengertian mukhlas inilah “Ikhlas itu adalah masalah kebiasaan”.

Keikhlasan atau ketulusan bukan hanya dalam memberi tetapi juga dalam menyikapi permasalahan. Permasalahan selalu ada menyertai kita dalam keseharian. Dalam sebuah lirik lagu disebutkan: trouble is my friend, karena memang manusia hidup pasti dihadapkan dengan masalah.

Orang yang sudah terbiasa menghadapi masalah dengan kepala dingin, maka dapat dengan mudah menghadapinya. Tak perlu konsep yang ribet, karena ia sudah terbiasa, ia sudah ikhlas dengan apa yang diperbuatnya. Menghadapi masalah dengan dirinya yang “murni”, terbiasa sehingga tidak dibuat-buat, jernih dalam berpikir.**[harjasaputra]

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments