OpiniPolhukam

Membedah Perppu, PP, dan Keppres Penanggulangan Covid-19

Analisis PP, Keppres, dan Perppu penanganan Covid-19 yang baru dikeluarkan pemerintah. Seperti apa? Simak ulasannya.
foto: okezone.com

Pemerintah telah mengeluarkan tiga produk peraturan untuk menanggulangi wabah pandemi Covid-19, yaitu:

1. Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

3. Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Berikut adalah poin-poin penting disertai analisisnya dalam ketiga peraturan tersebut:

Keppres Status Darurat Kesehatan Masyarakat

Keppres ini hanya memuat dua poin utama, yaitu:

Pertama, Menetapkan Corona Virus Disease 2O19 (COVID-19) sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Kedua, menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di lndonesia yang wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keppres ini merupakan turunan peraturan dari amanat Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang disebutkan pada Pasal 10 bahwa: “Pemerintah Pusat menetapkan dan mencabut Kedaruratan Kesehatan Masyarakat”.

PP Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

Peraturan Pemerintah ini merupakan turunan dari amanat Pasal 60 Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan yang menyebutkan bahwa:

“Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

Isi PP memuat 7 Pasal yang mengatur mengenai pemberlakuan PSBB. Beberapa poin dalam PP tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, definisi dan cakupan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pasal 1 bahwa:

“Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).”

Jenis atau cakupan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pasal 4, bahwa:

“Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.”

Kedua, mekanisme pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar di daerah harus mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan; atau ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dan daerah harus patuh atas keputusan tersebut. Pemberlakuan PSBB juga dapat diajukan oleh Kepala Gugus Tugas kepada Menteri Kesehatan.

Baca Juga: Analisis Kebijakan Lockdown dalam Penanggulangan Virus Corona

Hal ini tertuang dalam Pasal 1 PP, bahwa:

“Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/ kota tertentu”.

Selain itu, tertuang juga dalam Pasal 5 yang berkenaan dengan wewenang Menteri Kesehatan dalam menetapkan status PSBB dan daerah wajib melaksanakannya:

“Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan”.

Jika Pemerintah Daerah atau Gugus Tugas ingin memberlakukan PSBB maka mekanismenya adalah sebagai berikut:

(1) Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.

(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan memperhatikan pertimbangan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

(3) Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dapat mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu.

(4) Apabila menteri yang menyclenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menyetujui usulan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah di wilayah tertentu wajib melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Perppu Keuangan Negara dan Stabilitas Ekonomi untuk Penanganan Covid-19

Perppu dikeluarkan oleh pemerintah harus dalam keadaan darurat atau dalam kegentingan memaksa. Tentang ini dijelaskan dalam empat alasan dalam Perppu yang intinya bahwa kondisi darurat atau kegentingan memaksa yang dimaksud adalah karena adanya pandemi Corona yang memberikan dampak pada keuangan negara dan stabilitas ekonomi.

Ada banyak upaya pemerintah untuk menanggulangi dampak wabah ini dari aspek pemulihan ekonomi. Mulai dari perubahan angka defisit yang awalnya sesuai dengan undang-undang keuangan negara adalah 3%, ditetapkan melebihi angka 3%.

Selain itu, ada banyak langkah dari segi sistem keuangan, perpajakan, dan lainnya. Silakan dilihat rincian pada Perppu yang dapat didownload di bawah.

Satu hal yang patut dicermati dari Perppu ini adalah posisi KSSK yang sangat super power, kebijakannya tidak dapat dituntut atau bukan merupakan objek gugatan hukum. Mungkin, hal ini mencermati pengalaman dari kasus Bank Century dan BLBI.

Baca Juga: Tegal Susul Papua Terapkan Lockdown, Kenapa?

Analisis

Dari ketiga produk perundangan yang baru dikeluarkan pemerintah di atas, terlihat bahwa paradigma pemerintah masih sangat menganut paradigma pertumbuhan ekonomi atau paradigma bagaimana menjalani hidup setelah wabah, bukan paradigma menghadapi kematian atau menuntaskan penanganan pandemi Corona secara cepat, tepat, dan akurat.

Pertama, Perppu mengenai keuangan negara dan stabilitas ekonomi dirumuskan secara lebih rinci sedangkan PP dan Keppres hanya singkat dan tidak memuat rinci mengenai langkah-langkah kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19.

Kedua, pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang diambil pemerintah dan diatur dalam PP sudah diterapkan, bahkan sebelum ada PP dan Keppres yang ditandatangani 31 Maret 2020 itu.

Peliburan sekolah sudah dilakukan, kerja di rumah juga sudah diterapkan, pembatasan kegiatan keagamaan pun sudah diterapkan, bahkan sudah tidak ada shalat jumat sebelum Keppres dan PP itu dikeluarkan.

Jadi apa lagi yang akan diterapkan? Apa wujud konkret dari status darurat kesehatan masyarakat jika kemudian yang diterapkan malah PSSB yang sudah terlanjur diterapkan sebelum ada peraturan itu?

PP dan Keppres yang ditetapkan itu hanya memberikan landasan hukum belakangan dari kebijakan pembatasan sosial yang sudah diterapkan sebelumnya.

Untuk ke depannya, langkah apa yang akan diambil pemerintah untuk penanganan Covid-19 ini agar tidak banyak lagi masyarakat yang menjadi korban? Belum jelas. Abu-abu. Kelabu. Sekelabu hari-hariku..:v

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments