Opini

Nestapa Merindu Kepada yang Sunyi

Tahun 2021 ini merupakan tahun yang sepertinya akan terasa lama berlalu. Ada ujian terberat. Sejak 2021 muncul, 9 Januari, istri meninggal. Dua puluh tahun bersama kini dia berpulang ke haribaan Sang Pencipta.

Tidak mudah untuk menggambarkan rasa kehilangan apalagi menjalaninya. Apapun deskripsi melalui kata-kata tentang suatu hal, tidak akan mampu mewakili objek atau perasaan yang sesungguhnya. Terlebih saat kata-kata harus mewakili dan menjelaskan perasaan kehilangan. Kata-kata tidak berdaya di hadapan itu semua.

Susunan kata hanya medium. Dikarenakan medium, maka sifatnya di tengah dan tanggung, sementara realitas seringkali large. Kata-kata juga hanya bersifat perantara yang selalu tidak mampu memperantarai antara realitas dan pemahaman, apalagi ketika mendeskripsikan sesuatu yang abstrak.

Relung perasaan saat ini begitu dalam. Di saat memandang anak-anak yang berusaha tegar setelah kepergian sang ibu, lubuk hati terasa teriris nestapa tanpa mampu berbuat apa-apa.

Jalan hidup baru harus ditempuh yang sementara ini terasa tanpa arah dan timpang. Saat memandangi tempat atau mendapati barang yang biasa digunakannya berbagai bayangan muncul. Ingin beranjak dari semua kenangan tetapi belum ada alasan dan masih meyakini bahwa itu semua tidak perlu dihindari. Ini bukan kehilangan karena ada masalah, melainkan memang sudah waktunya berpisah karena berpulang.

Ketika sudah mulai mencoba sadar bahwa hidup harus tetap dijalani, rasa kehilangan malah lebih kuat muncul.

Lebih terasa lagi di saat bulan suci Ramadhan tiba. Ritual 20 puluh tahun di saat menjalani bulan puasa berganti dengan ritual baru yang bertema kesendirian. Menjalaninya dalam sepi dan sunyi. Bak mimpi buruk yang selalu menghantui dan berubah jadi nyata. Puasa makan, puasa minum, dan puasa lainnya, semakin berat tanpa kehadiran seseorang yang biasa menemani.

Haruskah mendeskripsikan bagaimana detail sahur, menjalani puasa, berbuka, dan ritual kegiatan puasa saat ini dibandingkan sebelum kepergiannya? Biarlah realitasnya yang berbicara sendiri. Pemahaman utuh dapat tercipta ketika adanya kesatuan tak terpisahkan antara pengujar dan yang diujarkan. Tanpa itu, pemahaman utuh tak akan didapat.

Susah dan berat saat merindu kepada yang sunyi. Dia terasa ada namun sunyi. Kesunyiannya itu membuat gundah dan duka. Ke mana harus mendapatinya lagi? Sudah tidak ada asa untuk bersua lagi. Hanya doa media yang paripurna.

Semoga Tuhan menempatkannya di haribaan cahaya dan mengobati kedahagaannya tuk bersua dengan buah hati dengan membisikkan padanya “kembalilah pada kedamaian, anak-anak biar aku yang menjaga”.*[hs]

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments