Polhukam

Di Balik Sikap Diamnya Anas Urbaningrum

Sumber: kompas.com (Admin Kompasiana)

Alkisah, tahun 1821 M menteri luar negeri Rusia, Capo D’Istria bermaksud membantu Yunani dalam memerangi Turki (Yunani waktu itu berada dalam kekuasaan Turki). Niatnya terganjal oleh seorang saja, yaitu Klemens von Metternich (menteri luar negeri Austria). Metternich adalah penggagas aliansi suci antara Rusia dan Austria, tujuan aliansi ini adalah untuk memproteksi Rusia menghancurkan Eropa. Misi Metternich adalah perdamaian di Eropa.

D’Istria lalu mengutus seorang negosiator ulung: Taticheff. Dia seorang yang sangat pintar mengatur strategi dan mengalahkan lawannya. Tugas yang diberikan oleh D’Istria sangat jelas: membujuk Metternich agar menyetujui penyerangan terhadap Turki.

Usaha Taticheff tidak berjalan sesuai rencana. Hanya kali ini Taticheff menghadapi orang yang lebih pintar dari dirinya, bukan dalam arti pintar secara keilmuan, melainkan Metternich pintar memainkan emosi lawan. Dalam sebuah pertemuan Metternich sengaja memasang tampang bodoh: berbicara ngawur, ditanya ini jawabnya yang lain, dan seakan-akan tak menguasai permasalahan yang ditanya oleh Taticheff. Ia disebut oleh Taticheff sebagai “pejabat yang bodoh”  tidak layak menduduki jabatan Menteri Luar Negeri.

Di kesempatan pertemuan lain, Metternich dipandang sebagai orang aneh. Ia lebih tertarik pada pakaian pesta bola daripada masalah Yunani. Metternich selalu mengalihkan pembicaraan yang menjadi tujuan Taticheff.

Singkatnya, bukannya Taticheff yang berhasil melobi Metternich, malah Taticheff yang diarahkan olehnya. Hingga akhirnya ia menyetujui untuk melaporkan masalah Yunani ini bukan ke D’Istria tapi langsung ke kaisar Yunani (Cesar Alexander I). Tanpa disadari, D’Istria diadudomba dengan Kaisar Yunani oleh Taticheff atas pengaruh Metternich. Akhirnya D’Istria diusir dari kantornya, dan permasalahan Yunani diselesaikan secara diplomatik, perdamaian di Eropa pun tetap terjaga: ide utama dari Metternich.

Dalam ilmu komunikasi, khususnya dalam teknik negosiasi, tokoh Metternich dikenal dengan tips negosiasi yang terkenal yaitu: “Tunjukkan sedikit kebodohan, buat lawan emosi, dan bermanuverlah”. Tujuan jangka panjang harus menjadi pijakan dalam bernegosiasi, bukan jangka pendek yang terkesan instan.

**
Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat, saat ini berada di posisi yang hampir sama dengan Metternich. Sejak kasus Nazarudin mencuat dan terus-terusan menjadi pemberitaan utama media massa, secara terang-terangan berusaha menyudutkan posisi Anas. Serangan dari Nazarudin ibarat psywar (perang psikologis) untuk menjatuhkan mental Anas. Bahkan, kini tekanan ke Anas semakin gencar. Mungkin ada kepentingan lain. Diisukan di berbagai media, serangannya kini mengarah ke tahtanya, mengguncang posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Tapi, Anas rupanya tak mau peduli dengan semua itu. Lihat saja misalnya status-statusnya di twitter, banyak yang berisi “makanan dan bola”. Bahkan ia memiliki tema khusus tentang makanan yang disebut “Spektakuliner”. Ia pun rajin men-twit masalah “Bola”.

Tak hanya itu, ia dengan tenang dan santai saja ketika ditanya masalah tuduhan yang dialamatkan padanya oleh Nazarudin. Begitu juga dalam menanggapi isu posisinya sebagai Ketum PD. Persis seperti Metternich, ia tunjukkan strategi seperti tak mengetahui permasalahan, tertarik pada masalah keseharian yang sepertinya “remeh temeh”, tetapi sesungguhnya itu adalah triknya untuk memenangkan pertarungan.

Di sela-sela keriuhan isu pergantian Ketum PD, Cak Anas malah dengan tenangnya panen udang di Indramayu. Bukan sekali ini saja ia menunjukkan hal demikian. Selalu demikian, ia menyibukkan dengan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan isu yang beredar. Di dunia bola, Anas juga menggagas klub “Tunas Garuda”.

Memang bingung jika tak tahu apa sebenarnya yang sedang ditunjukkan oleh Cak Anas. Tapi, berkaca dari kasus Metternich Vs Taticheff di atas, sepertinya Anas sedang memainkan peran Metternich. Apakah ia akan memenangi pertarungan atas apa yang dituduhkan padanya? Kita lihat saja kepiawaiannya sebagai tokoh politik. Tentu ia punya strategi sendiri dan punya tujuan sendiri atas apa yang ditunjukkan olehnya pada publik selama ini.

Sebagai penutup, cukuplah dikutip pernyataan Metternich sebagai berikut yang mungkin relevan: “Sebagian orang menginginkan sesuatu tanpa memiliki ide bagaimana mendapatkan hal itu. Tetapi aku tahu apa yang aku inginkan dan karena hal lain yang layak aku persiapkan“. (Klemens von Metternich, Menteri Luar Negeri Austria, 1773-1859).**[harjasaputra.com]

————-

Kisah Klemens von Metternich dialihbahasakan dari buku Henry Mintzberg, Bruce Ahlstrand, Joseph Lampel, Strategy Safary, 2009.

Tulisan ini semula dimuat di Kompasiana dan menjadi Headline: http://politik.kompasiana.com/2012/01/29/ke-mana-arah-sikap-anas-urbaningrum/

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments