Polhukam

Isu Publik Vs Isu Personal

“Ente kan sering ngelacak akun-akun orang di dunia maya, seperti kemarin akun Afriyani. Coba dong sekarang lacak tuh Tengku Sophia”, ujar teman saya kemarin sewaktu istirahat makan siang.

“Siapa itu Tengku Sophia?”, jawabku.

“Lho emang ga tau? Itu lho yang banyak dibroadcast di BBM yang katanya menghina Islam”, ujar temenku.

“Saya tidak tertarik. Kalau Afriyani itu saya tertarik karena sudah menghilangkan nyawa 9 orang. Kalau yang itu kan ga sampai bunuh orang. Lagian masih sebatas pendapat pribadi, setiap orang punya hak untuk berpendapat. Apapun pendapat itu. Justru kalau dilayani dan jadi rame sama-sama ngaconya. Biarkan saja. Yang namanya personal believe sifatnya personal tak usah terlalu diributkan”.

Obrolan di atas bukan bermaksud menunjukkan bahwa pendapat teman saya salah atau saya yang benar, ini hanya bertukar pendapat.

Dua hari yang lalu beredar broadcast di BBM tentang Tengku Sophia. Saya pun mendapat broadcast itu dari banyak teman. Tapi, karena sudah kebiasaan, saya tak pernah tertarik dengan broadcast yang tidak jelas sumbernya. Langsung dihapus.

Hari ini, bertepatan dengan tanggal 14 Februari yang sering diidentikkan dengan Hari Valentine, banyak pula broadcast yang tidak jelas. Ada yang menyuruh untuk meneruskan broadcast jika si pengirim adalah orang yang disayangi atau dihormati, banyak juga yang berisi hujatan atau larangan terhadap Hari Valentine. Biasalah yang katanya “haram” karena berasal dari budaya barat atau–maaf–dari sejarah seorang pastur dan sebagainya.

Pendapat saya masih sama: terserah saja orang mau berpendapat bagaimana. Bebas sebebas-bebasnya. Bagi yang merayakan silahkan bagi yang tidak juga silahkan. Karena menurut saya itu masalah personal. Tidak ada kaitannya dengan kepentingan bersama. Apakah karena menentang “Valentine” terus orang lain terselamatkan? Kan tidak. Begitu juga sebaliknya: apakah dengan tidak meneruskan pesan Valentine dikatakan tidak sayang orang lain? Kan tidak juga.

Kenapa harus menyibukkan diri dengan memasang di kubu yang pro dan kontra, toh itu masalah personal. Tapi entah mungkin ini sudah jadi kebiasaan atau bagaimana orang jadi ramai-ramai mengurusi hal-hal personal dan tak penting banget.

Tulisan ini bukan berarti ikut ramai dalam pusaran yang pro dan kontra, justru karena ramai itu yang saya tidak setuju.

Setiap orang bebas berpendapat, setiap orang bebas memiliki pandangan, pastinya perbedaan tak mungkin dihindarkan. Cuma kadang karena tidak mampu memilah mana masalah personal dan mana masalah publik lantas dipukul rata semuanya masalah publik. Energi habis mengurusi hal-hal tak penting. Kasihan kan..

Masalah personal seringkali diangkat ke ruang publik karena kepentingan bukan karena isu itu manfaat bagi orang. Contoh, di dunia pemikiran sempat dihebohkan perselingkuhan antara Martin Heidegger (seorang filosof) dengan muridnya, Hannah Arendt. Mereka fokus pada isu itu dan mengabaikan pemikiran utama Heidegger. Masalah personal tumpang-tindih dengan masalah publik. Yang rugi siapa? Publik lagi.

Mungkin, di sinilah pentingnya membedakan mana isu personal dan mana isu publik. Yang personal biarlah personal, dan yang publik diangkat ke publik untuk kebaikan publik itu sendiri.**[harja saputra]

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments