Riset

Facebook dan Pengungkapan Diri

Ilustrasi: harjasaputra.com

Interaksi di facebook melibatkan proses komunikasi yang disebut komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi yang melibatkan dua orang atau dalam group kecil yang terdiri dari beberapa orang. Adanya komunikasi interpersonal jelas menimbulkan pengaruh yang besar terhadap intensitas hubungan di antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Faktor-faktor verbal (status atau komentar) dan non-verbal (penampilan pada foto profile, album, maupun ekspresi tulisan) sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal.

Interaksi di facebook melibatkan proses komunikasi yang disebut komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi yang melibatkan dua orang atau dalam group kecil yang terdiri dari beberapa orang. Adanya komunikasi interpersonal jelas menimbulkan pengaruh yang besar terhadap intensitas hubungan di antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut. Faktor-faktor verbal (status atau komentar) dan non-verbal (penampilan pada foto profile, album, maupun ekspresi tulisan) sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal.

Satu bentuk terpenting dari komunikasi interpersonal adalah di mana seseorang dapat melibatkan pembicaraan tentang dirinya sendiri, atau membuka diri yang sering disebut Self Disclosure atau keterbukaan (Openess), yaitu mengacu pada mengkomunikasikan informasi tentang diri kepada orang lain (DeVito, 1999:77). Dalam istilah di Indonesia, self-disclosure juga disebut sebagai membuka diri atau pengungkapan diri. Pengungkapan diri adalah membeberkan informasi tentang diri sendiri.

Banyak hal yang dapat diungkapkan tentang diri kita melalui ekspresi wajah, sikap tubuh, pakaian, nada suara, ekspresi tulisan, dan melalui isyarat-isyarat non-verbal lainnya yang tidak terhitung jumlahnya, meskipun banyak di antara perilaku tersebut tidak disengaja, namun pengungkapan diri yang sesungguhnya adalah perilaku yang disengaja. Pengungkapan diri tidak hanya merupakan bagian integral dari komunikasi dua orang; pengungkapan diri lebih sering muncul dalam konteks komunikasi interpersonal (Derlega dan Berg, 2000:8).

Proses komunikasi interpersonal selain menimbulkan self disclosure juga menimbulkan afek (affect), yaitu perasaan atau emosi terkait dengan sikap terhadap suatu hal. Perasaan atau emosi terkait dengan penilaian terhadap bahasa verbal maupun simbol. Perasaan terhadap warna, karakter individu, pakaian, dan sebagainya sehingga menimbulkan rasa dalam bentuk penilaian: suka atau tidak suka, dan sebagainya.

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai dampak psikologis terhadap penggunaan Facebook bagi remaja. Di antaranya, Acquisti dan Gross (Journal Springer-verlag, 2006) dengan judul penelitian “Imagined Communities: Awareness, Information Sharing, and Privacy on the Facebook”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengguna Facebook dari kalangan remaja cenderung memperlihatkan profile dirinya secara terbuka, namun terkadang banyak profile yang dibuat bukan berdasarkan kenyataan karena terkait dengan privacy.

Penelitian lain adalah yang dilakukan oleh Williams dan Merten (Adolescence Journal; 2008) dengan judul “A Review Of Online Social Networking Profiles By Adolescents: Implications for Future Research and Intervention”. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa 55% persen remaja menggunakan social network online seperti Facebook untuk memuat informasi dirinya (profile). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dibutuhkan peran orang tua dalam melakukan kontrol perilaku remaja dalam penggunaan social network online. Selain itu,  social network online seperti Facebook dapat menjadi media yang sangat bermanfaat untuk kegiatan sekolah terutama dalam menjalin persahabatan dengan teman-teman sekolah, bahkan masih dapat berkomunikasi dengan teman yang pindah sekolah.

Mengenai Self-Disclosure, Allen et al (Sex Roles Journal, 2006) pernah meneliti  mengenai peran self-disclosure bagi karyawan wanita. Dia mengatakan bahwa seseorang memutuskan untuk melakukan  pengungkapan diri terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan terhadap perilaku orang lain berdasarkan prinsip pertimbangan resiko dan manfaat (risk–benefit analysis). Membuka batas diri dapat menimbulkan keintiman hubungan dan berbagi perasaan dengan orang lain. Namun dapat juga mengakibatkan penolakan bahkan kehilangan pengaruh di mata lawan bicaranya.

Tak kalah menarik adalah penelitian yang dilakukan oleh Blais Wendy, Craig dan Pepler (Journal Youth Adolescence, 2008) dengan judul “Adolescents Online: The Importance of Internet Activity Choices to Salient Relationships”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara penggunaan internet dengan kualitas hubungan (relationship quality) pada remaja di Canada, terutama pada dua hal, yaitu kualitas persahabatan dan hubungan romantisme.**[harjasaputra.com]

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments