OpiniPolhukam

Tayangan Bacapres di Siaran Azan: Kritik atas Sikap KPI

Kerancuan sikap KPI terkait keputusan atas polemik Bacapres muncul di program siaran Azan
Ilustrasi: Ketua KPI (ft: antaranews.com)

Secara tegas, KPI memutuskan bahwa terkait polemik salah satu capres muncul di tayangan azan TIDAK MELANGGAR ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Hal tersebut seperti dinyatakan oleh Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, sebagaimana dilansir oleh Antaranews, bahwa “Berdasarkan hasil forum klarifikasi dan rapat pleno, KPI menilai bahwa siaran Azan Maghrib yang menampilkan salah satu sosok atau figur publik tidak melanggar ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran” (Antaranews.com, 14 September 2023).

Namun, ada yang janggal. Ia menyebutkan bahwa, meskipun konten tersebut memang tidak melanggar pedoman yang berlaku untuk penyiaran, mengimbau agar lembaga penyiaran terkait tidak lagi menayangkan konten tersebut untuk mendukung narasi pemilu damai 2024.

Di manakah kejanggalannya?

Pertama, jika tidak melanggar, apa haknya KPI melarang-larang lembaga penyiaran untuk menayangkan suatu konten? Sikap KPI ini justru bertentangan dengan pedoman P3SPS itu sendiri, yang secara jelas, menyatakan bahwa pedoman itu dibuat untuk “menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi”. Hal ini tercantum dalam Pasal 4 P3SPS.

Siapapun bebas untuk muncul di sebuah siaran yang bersifat publik, kecuali hal tersebut melanggar pedoman, seperti mengandung konten asusila dan berbagai nilai-nilai lain yang telah ditentukan dalam pedoman. Itu prinsip demokrasi.

Inilah terkadang, KPI tidak mengerti apa yang dibicarakannya sendiri.

Kemudian jika dijawab, “KPI tidak melarang-larang”, hanya mengimbau. Lah, apa haknya KPI mengimbau-imbau terhadap sesuatu yang tidak dilarang? Bahasa komunikasi yang ambigu biasanya muncul dari kerancuan berpikir dan adanya konflik kepentingan.

Kedua, mohon dicermati juga muatan pada Pasal 50 Ayat (3) P3SPS mengenai pedoman Lembaga Penyiaran, yang menyatakan:

“Lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan terhadap salah satu peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah”.

Selain itu, cermati juga muatan pada Pasal 71 Ayat (3) P3SPS mengenai pedoman Program Siaran, yang menyatakan:

“Program siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah”.

Dari muatan dua Pasal pada P3SPS tersebut, secara tegas pedoman sudah menyatakan bahwa bersifat partisan adalah tidak boleh.

Mungkin, akan dijawab, bahwa “Sosok yang ditampilkan pada tayangan azan tersebut, belum secara definitif sebagai salah satu capres” atau belum secara resmi sebagai “salah satu peserta pemilu” karena belum didaftarkan ke KPU. Argumen hukumnya, Pedoman menyebut cakupan limitatif dengan ketentuan “salah satu peserta Pemilu”.

Jika demikian adanya, maka untuk apa dihimbau untuk tidak ditayangkan? Dibiarkan saja seharusnya. Bila perlu, himbauannya bukan dalam bentuk mencabut penayangan, tetapi justru mempersilakan calon-calon atau sosok-sosok bacapres lain untuk tampil di siaran yang serupa.*

Blogger | Serverholic | Empat Anak | Satu Istri | Kontak: [email protected]

Subscribe to our newsletter

Sign up here to get the latest articles and updates directly to your inbox.

You can unsubscribe at any time
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments