Definisi Kompetensi, Kredibiltas, dan Kepercayaan

Kompetensi

Spencer et al. (1993:9) mendefinisikan kompetensi pada aspek kinerja individual maupun kinerja perusahaan, yaitu sebagai karakteristik yang mendasari efektifitas kinerja individu/perusahaan dalam pekerjaannya (an underlying characteristic’s which is causally related to criterion – referenced effective and or superior performance in a job or situation).

Berdasarkan definisi tersebut bahwa kata “underlying characteristics“ mengandung makna kompetensi adalah bagian dari kepribadian/budaya yang mendalam dan melekat pada seseorang/perusahaan serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai situasi. Sedangkan kata “causally related“berarti kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja.

Kata “criterion referenced “ mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. Misalnya kriteria kualitas produksi yang mampu dihasilkan oleh seseorang/perusahaan.

Sichtmann (2007:1002) mengatakan bahwa kompetensi terkait erat dengan kualifikasi, keterampilan, dan pengetahuan dari perusahaan atau orang-orang yang terlibat dalam bidang pemasaran produk untuk menyampaikan produk dengan kualitas yang sesuai dengan harapan konsumen. Tanpa adanya kompetensi, perusahaan tidak akan mampu menyampaikan atau memproduksi produk dengan kualitas yang baik. Konsumen hanya akan percaya pada perusahaan yang memiliki kompetensi yang baik untuk memenuhi permintaannya.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kompetensi memiliki pengaruh positif terhadap kepercayaan konsumen.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah sikap yang berkaitan erat dengan kualifikasi perusahaan, keterampilan, dan pengetahuan untuk menyampaikan produk dengan kualitas yang sesuai dengan harapan konsumen.

 Kredibilitas

Kredibilitas yaitu sistem penjualan yang membutuhkan jaminan merek, khususnya merek korporat atau organisasi penjual, sehingga konsumen tidak ragu untuk melakukan transaksi. Kredibilitas merek menjadi kunci mutlak untuk membuat konsumen tertarik dan percaya untuk membeli (Kotler, 2005:277).

Alma (2005:110) mengatakan bahwa kredibilitas perusahaan tidak bisa terlepas dari merek yang dikenal baik oleh konsumen (well known brand). Merek bukan hanya nama produk, tetapi berkaitan erat dengan kredibilitas perusahaan dalam menyediakan produk yang baik. Merek dikaitkan dengan kredibilitas adalah berarti kepercayaan konsumen terhadap merek dan terhadap perusahaan.

Sichtmann (2007:1002) mengatakan bahwa adanya keinginan perusahaan dalam menyampaikan produk atau pelayanan yang diharapkan oleh konsumen tidak mudah dievaluasi dari dari pandangan konsumen.

Pada prinsipnya, apa yang diinginkan konsumen terhadap perusahaan adalah bahwa perusahaan tidak bersikap oportunistik, yaitu hanya bersifat meraih keuntungan semata, tetapi selalu menjaga kualitas dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa keinginan dari konsumen tersebut selalu didasarkan pada informasi dan janji dari perusahaan untuk menyediakan produk yang baik.

Hal ini berarti konsumen dalam menilai perusahaan selalu berdasarkan atas konsep kredibilitas dari perusahaan. Berkaitan dengan hal ini, berbagai penelitian menunjukkan bahwa kredibilitas memiliki pengaruh positif terhadap kepercayaan, atau persepsi kepercayaan yang dimiliki oleh konsumen terkait  erat dengan kredibilitas perusahaan atau merek perusahaan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kredibilitas adalah terkait dengan nama baik perusahaan atau merek perusahaan yang dapat menyediakan produk dengan kualitas yang diharapkan oleh konsumen. Kredibilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepercayaan konsumen.

Kepercayaan

Kepercayaan adalah adanya sikap percaya konsumen terhadap produk. Kepercayaan berkaitan dengan pengalaman dan pembuktian terhadap apa yang diperoleh dari merek tertentu. Kepercayaan merupakan tahapan terhadap pembentukan ekuitas merek (Taylor dan Celluch et al., 2006:219).

  • Fukuyama mendefinisikan kepercayaan sebagai, “harapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berkaitan dengan norma, kejujuran, kerjasama, dan norma-norma lain.” Morgan dan Hunt mengatakan bahwa kepercayaan merupakan alat hipotesis dalam membangun komitmen (Morgan dan Hunt dalam Taylor dan Celluch et al., 2006:219).
  • Sichtmann (2007:1001) mengatakan bahwa kepercayaan melibatkan dua mitra pertukaran. Mitra yang mempercayai disebut "trustor" (yaitu konsumen) dan mitra yang dipercayai dikenal sebagai "trustee" (yaitu produsen atau perusahaan penyedia).

Sichtmann menambahkan bahwa kepercayaan menyiratkan ketidak-pastian pada pihak trustor sekitar alasan-alasan dan perilaku-perilaku dari trustee. Ripperger (dalam Sichtmann, 2007:1002) mengatakan bahwa kepercayaan bersifat sukarela. Artinya, bahwa kepercayaan masih bersifat tidak mudah ditebak. Kepercayaan didasarkan pada harapan konsumen mengenai penyediaan produk/jasa yang handal. Dengan kata lain, konsumen itu akan mengalami kerugian jika kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan dikhianati.

Definisi kepercayaan yang lain adalah pendapat dari Schurr dan Ozane (dalam Moorman 2003:119) bahwa kepercayaan adalah suatu keyakinan bahwa pernyataan pihak lain dapat diandalkan untuk memenuhi kewajibannya. Ketidakpercayaan bisa terjadi sejalan dengan minimnya informasi dalam perencanaan dan pengukuran kinerja. Rasa percaya atau tidak percaya seseorang yang muncul dalam perilakunya ditentukan oleh faktor-faktor seperti informasi, pengaruh, dan pengendalian.

Kepercayaan akan meningkat bila informasi yang diterima dinilai akurat, relevan, dan lengkap. Tingkat kepercayaan juga dipengaruhi oleh pengalaman di masa lalu, pengalaman positif yang konsisten di masa lalu dengan suatu pihak akan  meningkatkan rasa saling percaya sehingga akan menumbuhkan harapan akan hubungan yang baik di masa yang akan datang.

Luhmann (2000:199) mengatakan bahwa kepercayaan terkait dengan tindakan konsumen di masa datang berdasarkan pengalaman di masa lalu atas perlakuan dari perusahaan atau atas produk/jasa yang pernah dibelinya. Secara setimpal, semakin besar pengalaman-pengalaman positif yang pernah dirasakan oleh konsumen, maka kepercayaan akan tumbuh lebih kuat dalam diri konsumen.

Morgan dan Hunt (dalam Sichtmann, 2007) mengatakan bahwa kepercayaan akan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap merek perusahaan. Dengan kata lain, kepercayaan terhadap merek muncul di dalam diri konsumen sebagai akibat dari adanya perlakuan-perlakuan yang baik dari perusahaan dan dari kualitas yang baik dari produk yang ditawarkan.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan merupakan salah satu kunci terpenting dari kesuksesan perusahaan. Kunci kesuksesan tersebut dapat berlanjut jika perusahaan yang  dipercaya mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Kepercayaan digambarkan sebagai kepercayaan yang muncul dalam diri konsumen pada situasi pembelian yang masih bersifat ketidak-pastian, dapat lebih mudah hilang dari adanya ketidakpuasan, terkait dengan persepsi terhadap merek, dan muncul atas dasar pengalaman-pengalaman yang dialami konsumen di masa lalu.

Pengukuran kepercayaan menurut Zulganef (2002) adalah: kinerja perusahaan secara keseluruhan memenuhi harapan, pelayanan yang diberikan perusahaan secara konsisten terjaga kualitasnya, percaya bahwa perusahaan tersebut akan bertahan lama.

Moorman, Zaltman, dan Deshpande (2002), mengungkapkan bahwa keterhubungan antara dua pihak yang melakukan pertukaran, secara langsung dipengaruhi oleh kepercayaan dan kualitas interaksi. Hal tersebut berarti bahwa kepercayaan merupakan harapan umum yang dipertahankan oleh individu dari satu pihak ke pihak lainnya yang dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan variabel terpenting dalam membangun hubungan jangka panjang antara satu pihak dengan pihak lainnya.

Sichtmann (2007:1003) mengatakan bahwa kepercayaan terkait erat dengan kompetensi dan kredibilitas dari produk/jasa perusahaan yang ada di benak konsumen. Andrews dan Kim (2007:355) berpendapat bahwa jika produk telah selesai dirancang secara serius yang dengannya menunjukkan tingkat kompetensi dan kredibilitas perusahaan dalam memproduksi produk, maka perusahaan tidak usah takut untuk menanamkan kepercayaan pada konsumen, dikarenakan kualitas produk yang dijual akan memberikan efek pada kualitas kompetensi dan kredibilitas perusahaan menurut pandangan konsumen.

Menurut Ramadania (2003:39) adapun indikator kepercayaan adalah sebagai berikut:
a. Reputasi yang dimiliki produk
b. Keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan produk
c. Manfaat yang ada pada produk.

Pustaka

Hennig-Thurau and Hansen, Ursula. Relationship Marketing: Gaining Competitive Advantage Through Customer Satisfaction and Customer Retention, Springer, 2002.

Kotler, Philip dan Armstrong, Gary. Dasar-dasar Manajemen Pemasaran, Jakarta: Indeks, 2004.

Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran Edisi Kesebelas. Jilid II. Jakarta: Indeks, 2005.

Kotler, Philip. Marketing Management. John Wiley & Son Inc, 1997.

Lind, Marchal dan Wathen, Research Methodology.  John Wiley & Son Inc, 2005.

Luhmann, N. Marketing Strategy, 4th ed., UTB, Stuttgart, 2000.

McDaniel Jr, Carl & Gates, Roger. Marketing Research. New Jersey: Prentice Hall, 2001

Moorman, S., Desphande´, R. and Zaltman, G., “Factors affecting trust in market research relationships”, Journal of Marketing, Vol. 57 No. 1, 2003: 81-101.

Morgan, R.M., dan Hunt, S.D.. “The Commitment-trust Theory of Relationship Marketing,” Journal of Marketing, Vol.58, 1994:20-38.

Nowlis, S.M. and Simonson, I., “The effect of new product features on brand choice”, Journal of Marketing Research, Vol. 33 No. 1, 1996:36-46.

Ramadania. “Kepercayaan dalam Bisnis Waralaba”, Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol 2 No. 1 Januari 2003: 33-52.

Rogers, E.M., Diffusion of Innovations, 5th ed., The Free Press, New York, 2003.

Sichtmann, Christina. “An Analysis of Antecedents and Consequences of Trust in a Corporate Brand”, European Journal of Marketing, Vol.41, No.9/10, 2007:99-1015.

Spencer, M. Lely & Signe. Competence At Work, Models for Superior Performance, John Wiley & Sons Inc, 1993.

 Taylor, Celuch dan Goodwin, “The Importance of Brand Equity to Customer Loyalty”. Jurnal of Product & Brand Management, No. 3, 2004: 217-227.

Wangenheim, “Postswitching Word of Mouth”, Journal of Service Research, 2005, 8- 69

Hair, J.F.J., Anderson, R.E., Tatham, R.L. and Black, W.C., Multivariate Data Analysis with Readings, Prentice-Hall, Upper Saddle River, NJ. 2004.

Zulganef. “Hubungan Antara Sikap Terhadap Bukti Fisik, Proses dan  Karyawan Dengan Kualitas Keterhubungan Serta Perannya Dalam Menimbulkan Niat Ulang Membeli dan Loyalitas”, Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, Vol. 2, No. 3 September 2002:98-111.